Pertanyaan Pansel Dinilai Kurang Interogatif
Seleksi Pimpinan KPK

Pertanyaan Pansel Dinilai Kurang Interogatif

Positifnya, Pansel dinilai telah mampu memaksimalkan keahlian dan kompetensi masing-masing dalam menggali informasi dari para calon.

Rzk
Bacaan 2 Menit
Pertanyaan Pansel Dinilai Kurang Interogatif
Hukumonline

 

Seharusnya terus dikonfrontir dengan teknik pertanyaan yang interogatif sehingga jawaban calon tidak terkesan hanya pembelaan semata, sambung Yudi Latief yang juga anggota TIPS KPK.

 

Lima komponen penting

Yudi memaparkan ada lima komponen penting yang perlu diperhatikan oleh Pansel dalam mengajukan pertanyaan, yakni integritas pribadi, kepemimpinan (leadership), ketrampilan yang relevan dengan pelaksanaan tugas KPK, dan visi serta konsep tentang fungsi KPK ke depan. Sayangnya, sejauh ini TIPS KPK memandang sedikit yang memenuhi kelima kriteria tersebut. Namun begitu, kondisi ini juga tidak dapat dilepaskan dari kualitas pertanyaan yang diajukan Pansel.

 

Ada dua komponen yang kurang mendapatkan jawaban optimal dari para calon, yakni tentang gagasan pengembangan KPK ke depan, dan potensi kepemimpinan, ujar Direktur Eksekutif Reform Institute ini.

 

Sedikit premature, TIPS KPK mengidentifikasi setidaknya ada empat calon yang dianggap cukup mendekati kriteria mereka. Dengan alasan menghormati proses wawancara yang masih berlangsung, sayangnya, TIPS KPK tidak bersedia menyebutkan keempat ‘jagoan' mereka. Pada akhirnya, nanti akan kita umumkan calon-calon yang dianggap memenuhi kelima kriteria tersebut. Tetapi, kita tidak akan terikat kuota 10 orang, jadi bisa kurang atau lebih jumlahnya, jelas Yudi.

 

Ragam instrumen

Sementara itu, pada kesempatan terpisah, Ketua Pansel Taufik Effendi mengatakan Pansel akan mempertimbangkan berbagai instrumen dalam rangka menentukan sepuluh nama calon pimpinan KPK yang akan diajukan ke DPR. Satu instrumen dengan instrumen yang lain, lanjut Taufik, akan saling melengkapi. Hasil tracking, misalnya, tidak serta-merta dapat digunakan pansel apabila tanpa disertai dengan pencarian fakta dan klarifikasi dari calon yang bersangkutan.

 

Bisa jadi, informasi tersebut ternyata berasal dari orang yang tidak menginginkan calon tersebut menjadi pimpinan KPK karena akan membahayakan posisinya nanti, ujar Taufik yang juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan).

 

Anggota Pansel Rheinald Kasali menambahkan proses wawancara yang tengah berlangsung bukanlah forum tanya-jawab biasa seperti halnya ujian. Melalui wawancara ini, Pansel dengan metode tertentu juga mencoba mendalami karakter dan kepribadian calon. Rheinald yang mendalami behavioral study (ilmu perilaku) mengatakan karakater seseorang diantaranya dapat terlihat dari cara dia menjawab pertanyaan atau berdasarkan gerak tubuhnya.

 

Berdasarkan pengamatan hukumonline, sepanjang proses wawancara ini, pertanyaan yang diajukan Rheinald memang bisa dikatakan berbeda dengan anggota Pansel lainnya. Ketika mendapat giliran, Rheinald seringkali memulai dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan kepribadian calon. Saya perhatikan cara menjawab anda cenderung hati-hati, tidak lepas, dan leluasa, apakah ini cerminan dari diri anda yang lama di birokrasi, begitu bunyi pertanyaan Rheinald kepada Hening Tyastanto, calon dengan latarbelakang auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

 

Hari auditor

Hari kedua tahap wawancara II bisa dikatakan menjadi harinya para auditor karena lima dari sembilan yang mendapat giliran diwawancara adalah para calon yang berlatarbelakang atau setidaknya lingkup profesinya berdekatan dengan auditor. Menariknya, sebagian dari mereka mengaku pernah mendapat servis khusus dari pihak yang diaudit. Hening, misalnya, mengaku anti menerima uang dari pihak yang diaudit tetapi kompromi apabila diajak bermain tenis atau jalan-jalan ke obyek wisata.

 

Namun, untuk pimpinan KPK hal-hal seperti itu (menerima servis, red.) seharusnya dipandang sebagai buah terlarang, artinya mendekati saja tidak boleh apalagi menerima, ujar Hening, seraya membela diri bahwa dulu dia mentolerir karena tidak tahu dan kondisinya belum seperti sekarang dimana pasca era reformasi kampanye anti korupsi sangat gencar.

 

Sementara itu, mantan Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Leonardus Joko Eko Nugroho menyadari imej seorang auditor cukup buruk di mata masyarakat. Auditor dianggap profesi yang rentan independensinya karena mudah menerima suap, khususnya dari pihak yang diaudit. Dalam perjalanan sebagai auditor pemerintah, pada awalnya saya anggap biasa karena sebagai pemula, tukasnya. Leonardus kemudian berhenti dari BPKP dan karirnya berlanjut di kantor notaris, Satuan Anti Korupsi pada Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (SAK-BRR) Aceh, dan terakhir menjadi penasehat untuk program kerjasama Bappenas-AUSAID.

 

Belum juga rampung, perhelatan tahap wawancara II seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menuai kritik. Tim Independen Pemantau Seleksi Pimpinan KPK (TIPS KPK), menggelar jumpa pers (4/9), mengemukakan beberapa catatan hasil pemantauan mereka sejak hari pertama. Catatan TIPS KPK melingkupi penilaian terhadap kualitas pertanyaan yang diajukan Panitia Seleksi (Pansel), jawaban para calon, dan jumlah calon yang dianggap cukup berkualitas.

 

Terkait kualitas pertanyaan Pansel, Anggota TIPS KPK Meuthia Gani Rochman menilai distribusi pertanyaan antar anggota Pansel berdasarkan isu-isu yang relevan kurang proporsional. Meuthia menambahkan Pansel terlihat seringkali tidak cepat berpindah dari satu topik pertanyaan ke topik pertanyaan yang lain meskipun jawaban atas pertanyaan sebelumnya sudah bisa disimpulkan.

 

Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) ini mencermati ada beberapa materi pertanyaan Pansel yang cenderung memancing jawaban normatif dari para calon. Pansel, misalnya, mengajukan pertanyaan apakah anda siap menerima tantangan yang cukup berat apabila nantinya lolos menjadi pimpinan KPK? ujar Meuthia mencontohkan.

 

Meuthia memandang Pansel seringkali mengajukan pertanyaan yang tidak relevan ataupun pertanyaan yang jawabannya sudah diketahui oleh umum. Pansel, misalnya, mengajukan pertanyaan tentang keimanan dan tingkat kesetiaan calon terhadap Pancasila. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, menurut Meuthia, pada akhirnya menghilangkan kesempatan diajukannnya pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih mendalam yang justru efektif menggali potensi calon.

 

Lebih lanjut, Meuthia menilai Pansel kurang memaksimalkan masukan dari masyarakat dan hasil pelacakan (tracking) yang dilakukan oleh Koalisi Pemantau Peradilan (KPP). Kalaupun ada, pertanyaan Pansel dipandang kurang interogatif dan terkesan tidak ngotot mengejar sehingga masukan atau hasil tracking tersebut tidak dapat dikonfirmasi lebih tajam.

Tags: