Pimpinan Buruh Dapat Teror, Diduga Terkait Rencana Mogok
Berita

Pimpinan Buruh Dapat Teror, Diduga Terkait Rencana Mogok

Buruh merencanakan mogok pada 24-27 November 2015.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pimpinan Buruh Dapat Teror, Diduga Terkait Rencana Mogok
Hukumonline
Mobil pribadi yang sedang parkir di kawasan Kalisari, Jakarta Timur, dirusak orang tak dikenal pada Selasa (17/11) malam. Pemilik mobil adalah Said Iqbal. Presiden KSPI ini mengklaim perusakan mobilnya adalah bagian dari teror yang dilakukan orang lain berkaitan dengan rencana aksi mogokburuh akhir November ini.

Iqbal juga mengklaim bukan hanya dirinya yang mendapatkan teror. Aktivis serikat buruh di Medan, misalnya, kata dia, mendapat ancaman preman. Di Jakarta Utara, sekretariat serikat buruh disambangi aparat kepolisian dan mereka diimbau untuk menghentikan rencana mogok kerja nasional. Bahkan beberapa pimpinan buruh di Bekasi ada yang didatangi TNI dan ada juga yang mendapat ancaman lewat telepon.

Tak hanya itu, aksi long march yang dilakukan buruh dari Bandung-Jakarta dicegat di perbatasan Bekasi-Jakarta oleh Kapolres Kabupaten Bekasi. Iqbal mengatakan aparat kepolisian melarang buruh melakukan long march. Walau dilarang, buruh tetap melakukan aksi long march itu. Bahkan buruh yang melakukan aksi long march Lampung-Jakarta sudah dalam perjalanan. Rencananya pada 20 November 2015 para buruh yang melakukan long march itu berkumpul di tugu Proklamasi Jakarta. Kemudian dilanjutkan dengan apel siaga persiapan mogok kerja nasional.

Sejumlah serikat buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Upah (KAU)-Gerakan Buruh Indonesia (GBI) sepakat untuk melaksanakan mogok kerja nasional pada 24-27 November 2015. Buruh akan mengikrarkan kembali penolakan mereka atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015tentang Pengupahan. Khususnya formula kenaikan upah.

Berikutnya, menuntut kenaikan upah minimum 2016 Rp500 ribu dan menetapkan upah minimum sektoral lebih besar dari upah minimum. Iqbal memperkirakan jumlah massa buruh yang ikut dalam mogok kerja nasional itu mencapai 5 juta orang yang berasal dari 22 provinsi dan 200 kabupaten/kota. “Kami mendesak aparat untuk tidak represif terhadap persiapan mogok kerja nasional yang dilakukan buruh,” katanya di Jakarta, Rabu (18/11).



Iqbal menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan tutup mata terhadap teror yang dialami buruh. Ia mengimbau kepada pemerintah agar meninggalkan cara-cara orba untuk meredam gerakan buruh. Menurutnya, pemerintah melakukan cara-cara represif untuk melindungi pertumbuhan ekonomi. “Presiden Jokowi jangan pakai gaya orba untuk membungkam buruh. Presiden harus mampu mengontrol TNI-Polri agar mereka tidak berperilaku represif terhadap buruh,” tukasnya.

Sebelumnya, sejumlah pengacara publik  dari YLBHI, KontraS dan PBH Peradi menyatakan siap melakukan advokasi terhadap buruh yang melaksanakan mogok kerja nasional 24-27 November 2015. Pengacara publik LBH Jakarta, Maruli Tua, mengklaim ada sekitar 200 0rang  advokat yang siap mendampingi buruh. Kni tim advokasi mogok kerja nasional 2015 masih melakukan konsolidasi.

Terkait teror yang dialami buruh Maruli berpendapat peristiwa itu merupakan upaya pihak tertentu untuk melemahkan isu mogok kerja nasional yang akan dilakukan buruh. Menurutnya, ada pihak yang berusaha mengalihkan opini masyarakat dari persiapan mogok kerja nasional menjadi teror yang dialami buruh. “Teror itu untuk mengecoh konsentrasi buruh. Tidak perlu ditanggapi serius tapi kita harus waspada terhadap ancaman teror berikutnya yang bisa saja terjadi,” ucapnya.

Pendampingan yang akan dilakukan tim advokasi menurut Maruli akan fokus pada penanganan kekerasan oleh aparat atau ormas tertentu yang berpotensi bisa terjadi ketika mogok kerja nasional berlangsung. Untuk mencegah hal itu agar kekerasan yang menimpa buruh pada mogok kerja nasional 2013 tidak terjadi lagi tim akan bergerak cepat dalam melakukan advokasi. Begitu pula dengan teror, ia mengimbau kepada buruh yang mengalami teror untuk segera lapor ke tim advokasi agar kedepan dapat diberikan bantuan hukum.

Tim advokasi akan melayangkan surat kepada sejumlah pihak seperti Kapolri, Panglima TNI, Komnas HAM dan Kompolnas agar melakukan tindakan untuk melindungi buruh yang melaksanakan mogok kerja nasional. Sekaligus mencegah agar aparat kepolisian tidak melakukan tindakan represif dan TNI tidak boleh terlibat karena ini bukan keadaan perang. “Tidak perlu ada keterlibatan TNI di lapangan karena tidak ada bahaya yang mengancam negara. Mogok kerja nasional yang dilakukan buruh ini sebagai bentuk kegiatan warga negara yang menuntut haknya agar pemerintah mengoreksi kebijakannya,” urai Maruli.

Untuk mengajukan upaya hukum seperti judicial review ke Mahkamah Agung terhadap PP Pengupahan Maruli mengatakan tim advokasi belum menyiapkan itu. Saat ini yang jadi fokus tim advokasi membangun kesadaran rakyat bahwa PP Pengupahan menyebabkan kemiskinan struktural. Oleh karenanya ia menilai jika pemerintah bijak maka gejolak buruh terhadap regulasi itu pasti akan direspon dan segera dicari solusi guna mengatasi akar masalahnya.
Tags: