Polemik Penanganan Kasus Korupsi Basarnas, Peradilan Umum atau Militer?
Kolom

Polemik Penanganan Kasus Korupsi Basarnas, Peradilan Umum atau Militer?

UU Peradilan Militer sudah mengatur pembentukan tim koneksitas terlebih dahulu sepanjang ditemukan perkara yang melibatkan sipil dan militer. KUHAP pun memandatkan pembentukan tim koneksitas pada tahap pra penuntutan/penuntutan menyertakan kegiatan penelitian bersama.

Bacaan 6 Menit
Reda Manthovani. Foto: Istimewa
Reda Manthovani. Foto: Istimewa

Publik dikagetkan dengan operasi tangkap tangan alias OTT yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah orang. Setidaknya KPK pun sudah menetapkan 5 orang tersangka. Antara lain 2 oknum pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) beserta 3 rekanan swasta dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa peralatan Search and Rescue periode 2021-2023 dengan jumlah fulus total Rp88,3 miliar.

Perkara yang melibatkan perwira tinggi tentara itu sontak menarik perhatian publik. Rupanya, tak berselang pengumuman tersangka, perwakilan pimpinan KPK seusai disambangi Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menyampaikan ‘permohonan maaf’, lantaran adanya ‘kekeliruan’ atau ‘kekhilafan’.

Kekurangpahaman tim penyelidik/penyidik yang mestinya berkoordinasi dengan pihak polisi militer TNI sebelum melakukan OTT oknum TNI menjadi alasan pimpinan KPK Johanis Tanak. Sikap pimpinan KPK itu mengecewakan para pegawai KPK, khususnya para penyelidik/penyidik. Bahkan menuai cibiran.

Baca juga:

Sejatinya kekhilafan ini tidak perlu terjadi apabila KPK memahami dengan baik perkara ‘Koneksitas’ yang hukum acaranya diatur dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 89 ayat (1) KUHAP menyebutkan, “Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer”.

Sedangkan ayat (2) menyebutkan, “Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan oditur militer atau oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana”.

Nah, perkara koneksitas memiliki dua unsur. Yakni subjek atau persona yang melakukan tindak pidana dan kompetensi peradilan yang mengadili persona tadi. Pertama, unsur pelaku tindak pidana memiliki dua kategori yaitu sipil dan prajurit TNI dan kedua-duanya harus bermufakat atau menyadari bekerja bersama-sama melakukan tindak pidana.

Tags:

Berita Terkait