Presiden Berjanji Akhiri Kebijakan Upah Murah
Berita

Presiden Berjanji Akhiri Kebijakan Upah Murah

Untuk membangun ekonomi berlandaskan kesetaraan dan keadilan.

ASH
Bacaan 2 Menit
Presiden Berjanji Akhiri Kebijakan Upah Murah
Hukumonline

Menjelang pertemuan APEC di Bali pada 1-8 Oktober 2013, sejumlah serikat pekerja baik nasional maupun internasional mendorong negara anggota APEC membangun perekonomian yang mampu menghadirkan keadilan, kesetaraan dan kemakmuran.

Menurut Sekjen ITUC (Konfederasi Serikat Pekerja Internasional), Sharan Burrow, sistem ekonomi global saat ini tidak stabil. Menurutnya, hal itu dibuktikan lewat krisis ekonomi yang menghantam sejumlah negara maju seperti negara-negara di wilayah Eropa dan Amerika Serikat. Akibatnya, pengangguran muda di tingkat global cenderung meningkat dan pekerja migran mulai ikut terkena imbasnya.

Selain itu Sharan mencatat krisis ekonomi global meningkatkan jumlah sektor informal. Di tingkat global ia mencatat sektor informal saat ini mencapai 40 persen dan di Indonesia sekitar 60 persen. Menurutnya, dalam membangun perekonomian yang baik, sektor pekerjaan formal mesti dikembangkan dan diperkuat. Pasalnya, sektor informal kurang memberi timbal balik yang signifikan bagi negara seperti pajak. Walau begitu Sharan mengakui sektor informal mampu mengurangi jumlah pengangguran, tapi kurang mampu mendongkrak pertumbuhan dan peningkatan ekonomi baik nasional ataupun global.

Sharan menyebut ITUC berkepentingan mendorong negara anggota APEC mengantisipasi dan bersiap menghadapi krisis yang berpotensi menyebar secara global. Oleh karenanya, pertemuan antara Presiden SBY dan sejumlah serikat pekerja di tingkat nasional dan internasional hari ini di Istana Negara merupakan momen penting.

Pasalnya, Indonesia menjadi tuan rumah dan ketua pertemuan APEC pada Oktober nanti di Bali. Dengan posisi strategis itu, diharapkan Presiden SBY mendorong negara anggota APEC untuk menekankan agar pembangunan perekonomian berpegangan pada prinsip keadilan dan kesetaraan. Dari pertemuannya dengan Presiden SBY itu Sharan mengapresiasi pernyataan sang Presiden yang menyebut saat ini bukan lagi era upah murah. Bagi Sharan, pendapat Presiden SBY itu tepat karena yang dibutuhkan saat ini adalah membangun pekerjaan yang layak serta membuka seluasnya lapangan kerja formal.

“Jadi pekerjaan layak dan perlindungan sosial akan mendatangkan kestabilan ekonomi serta kesejahteraan bagi rakyat,” kata Sharan dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (29/7).

Sharan berpendapat, sebuah negara tidak akan mampu membangun sistem dan kebijakan perekonomian yang baik tanpa memperhatikan kepentingan pekerja. Pasalnya, dengan meningkatkan kesejahteraan pekerja, pertumbuhan ekonomi akan terjaga. Ia mencontohkan, masyarakat tidak akan mampu membeli barang produksi jika mereka tidak punya daya beli. Jika itu terjadi maka barang yang diproduksi berbagai industri, tidak mampu dijangkau masyarakat. Ujungnya, barang produksi menumpuk karena permintaan yang rendah. Hal tersebut menurut Sharan membuat sistem perekonomian tidak stabil.

Merujuk hal tersebut, Sharan mengingatkan agar seluruh negara di dunia memperhatikan agar kebijakan pembangunan ekonomi yang diterbitkan dapat menciptakan keadilan, kesetaraan dan kemakmuran. Bagi Indonesia, Sharan melihat kondisi perekonomian yang ada tergolong stabil ketimbang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Padahal, sejak tahun 2010 pemimpin negara Eropa dan Amerika Serikat berupaya memperbaiki perekonomian mereka dengan mematok pertumbuhan 5 persen. Sayangnya, sampai saat ini hal itu tidak tercapai. Bahkan, IMF menurunkan target pertumbuhan itu menjadi 3 persen.

Walau Indonesia pertumbuhan ekonominya baik, namun bukan berarti bisa lepas dari dampak buruk krisis ekonomi global. Pasalnya, Sharan mencatat kegiatan ekspor yang dilakukan Indonesia menurun. Baginya hal itu merupakan salah satu dampak dari krisis ekonomi global. Serta membuktikan bahwa Indonesia dan negara-negara lainnya, tidak bisa menghindar karena pasti bersinggungan dengan krisis ekonomi global. “Ini seperti bencana global,” tukasnya.

Namun, Sharan mengingatkan bahwa Indonesia mampu berkontribusi untuk menyelesaikan masalah perekonomian yang menghantui, baik itu tingkat pertumbuhan ataupun ketersediaan lapangan kerja. Misalnya, ketika permintaan ekspor turun, Indonesia dapat mencari pasar yang lebih besar untuk menjaga perekonomiannya. Salah satu target yang harus dilirik adalah pasar dalam negeri. Untuk merealisasikan hal tersebut, Sharan mengatakan pemerintah perlu meningkatkan konsumsi masyarakat dengan cara menetapkan kebijakan upah layak untuk pekerja.

“Kalau upah pekerja rendah, pertumbuhan ekonomi domestik akan melemah. Hal itu menyebabkan perekonomian nasional tidak bergerak,” ucap perempuan yang menjabat sebagai Presiden Australian Council of Trade Unions(ACTU) itu.

Bagi Sharan, peningkatan kesejahteraan untuk pekerja sektor informal turut menjadi perhatian penting. Pasalnya, pekerja informal menjadi mata rantai yang membantu keberlangsungan industri sektor formal. Sebab, sektor informal membantu penjualan barang produksi yang dihasilkan sektor formal untuk sampai kepada masyarakat. “Pekerja sektor informal harus dijaga kesejahteraannya,” tegasnya.

Soal produktifitas, Sharan mengatakan hal tersebut tidak terlepas dari dari tingkat upah yang diterima pekerja. Ia menilai antara produktifitas dan upah berkaitan erat. Ia mencontohkan, ketika IMF menggulirkan produktifitas berbasiskan kompetisi, faktanya yang terjadi yaitu eksploitasi terhadap pekerja karena upah ditekan serendah mungkin. Alih-alih menciptakan peningkatan dan kestabilan sistem ekonomi, yang muncul malah sebaliknya. Oleh karenanya, Sharan menekankan jika tujuan negara adalah menciptakan kesejahteraan, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meninggalkan upah murah dan menerapkan upah layak.

Bahkan, Sharan menilai hal tersebut juga menyangkut kepentingan pengusaha karena bisnis mereka akan berkelanjutan. Tak ketinggalan Sharan mengingatkan, sekarang ILO sedang menyusun regulasi yang menyelaraskan antara ketenagakerjaan seperti pemenuhan hak-hak pekerja dan bisnis. Ke depan, regulasi itu akan digunakan sebagai salah satu standar dunia. Beberapa poin yang diperkirakan bakal diatur dalam regulasi ILO itu menurut Sharan berkaitan peran serikat pekerja dalam sebuah forum yang membahas dan menentukan arah kebijakan. Serta adanya jaminan kesehatan dan sosial untuk seluruh rakyat.

“Indonesia sudah lumayan karena BPJS akan beroperasi. Itu penting untuk menjaga keseimbangan ekonomi” tutur Sharan.

Pada kesempatan yang sama Presiden KSPI, Said Ikbal, menuturkan salah satu hal terpenting yang didorong serikat pekerja dalam forum APEC nanti adalah pelaksanaan BPJS. Sebagaimana Sharan, Ikbal menyebut BPJS sebagai jaring pengaman ketika sebuah negara tertimpa krisis ekonomi. Selain itu, dalam pertemuan dengan Presiden SBY, Ikbal telah menyampaikan masalah pekerjaan yang kurang layak.

Misalnya, praktik outsourcing yang menyalahi UU Ketenagakerjaan. Dari penjelasannya itu, Ikbal menyebut Presiden SBY tidak menutup mata atas persoalan tersebut. Bahkan Presiden SBY mengakui banyak praktik outsourcing di BUMN. “Presiden SBY berjanji akan menuntaskan,” urainya.

Dari berbagai janji dan penuturan yang disampaikan Presiden SBY pada pertemuan itu Ikbal menilai ada itikad baik untuk menuntaskan persoalan ketenagakerjaan dan pembangunan perekonomian yang berlandaskan kesetaraan serta keadilan. Tapi masalahnya, apakah para menteri selaku pembantu Presiden dapat mengimplementasikan itikad baik itu dengan benar. Dari pernyataan yang dilontarkan beberapa menteri, salah satunya menteri Perindustrian, Ikbal khawatir niat Presiden SBY itu terhambat untuk direalisasikan. Pasalnya, ada pernyataan bahwa upah minimum pekerja untuk tahun ini kenaikannya tidak boleh lebih dari 20 persen.

Padahal, untuk menentukan besaran upah minimum, ada sederet prosedur yang wajib dilalui. Seperti survey harga pasar dan dialog tripartit di tingkat daerah. Kecemasan serupa juga menyangkut pelaksanaan BPJS Kesehatan tahun depan. Pasalnya, Ikbal menilai Kemenkes dan Kemenkeu tidak siap untuk melaksanakan secara konsisten amanat UU SJSN dan BPJS. Sebab, sampai hari ini, dua kementerian itu dirasa belum mau menyelenggarakan jaminan sosial agar mencakup seluruh rakyat Indonesia.

Tags:

Berita Terkait