Presiden Biarkan Pemerasan Warga Sidoarjo
Berita

Presiden Biarkan Pemerasan Warga Sidoarjo

Badan andalan penanggulangan lumpur Lapindo dinilai warga bersikap tak adil.

HRS
Bacaan 2 Menit
PN Jakarta Pusat Foto: Sgp
PN Jakarta Pusat Foto: Sgp

Persoalan lumpur Lapindo rupanya belum usai. Sebanyak lima warga Sidoarjo melayangkan gugatan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan Presiden RI. Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 Mei 2012 dan telah memasuki tahap jawaban dari para tergugat, Rabu (17/10).


Selain mendudukkan Presiden RI sebagai tergugat I, Menteri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sebagai tergugat II dan tergugat III.


Kelima warga yang menggugat adalah Mutmainah, Mudiharto, Endang Suliystyawati, Edi Krisdianto, dan Eng RP Purwanti. Kelima warga ini adalah ahli waris dari almarhumMustakin. Alasan kelima warga ini menggugat berawal dari perdebatan soal status tanah para penggugat, antara tanah darat dengan tanah sawah.


Sebelum perselisihan ini muncul, pemerintah berupaya untuk menanggulangi soal ini, yaitu dengan membeli tanah masyarakat Sidoarjo yang tertutup luapan lumpur. Biaya penanganan ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).


Untuk menjalankan program ini, pemerintah membentuk BPLS. Badan yang menanggulangi lumpur Lapindo, berdasarkan Peraturan Presiden (PP) No. 14 Tahun 2007 yang diubah dengan Peraturan Presiden (Perpres) No.48 Tahun 2008.


Setelah terbentuk, BPLS bekerja dan menetapkan lokasi-lokasi yang termasuk wilayah penanganan luapan lumpur. Dan, tanah penggugat masuk wilayah penanganan. Akhirnya, antara BPLS dan penggugat sepakat melakukan jual beli tanah.


“Penggugat segera menyiapkan dokumen-dokumen. Ketika penggugat menyerahkan dokumen, BPLS mengklasifikasikan tanah penggugat sebagai tanah darat. Namun, ketika hendak dilakukan transaksi, BPLS mengklasifikasikan ke tanah sawah,” tutur kuasa hukum penggugat Amiruddin Aburaera, Rabu (17/10).

Tags: