Presiden Terbitkan Perppu Stabilitas Sistem Keuangan, Begini Isinya!
Utama

Presiden Terbitkan Perppu Stabilitas Sistem Keuangan, Begini Isinya!

Presiden mengharapkan dukungan dari DPR agar Perppu yang baru ditandatangani ini akan segera diundangkan dan dilaksanakan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES

Presiden Joko Widodo bakal menerbitkan sejumlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Perppu yang pertama terbit yakni Perppu keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan akibat dampak penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat. Presiden menganggap pandemik Covid-19 bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga membawa implikasi ekonomi yang sangat luas bagi masyarakat.

 

“Karena situasi yang kita hadapi adalah situasi yang memaksa, saya baru saja menandatangani Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan,” ujar Presiden Jokowi di Istana Bogor, Selasa (31/3/2020) seperti dikutip setkab.go.id. Baca Juga: Tangani Covid-29, Pemerintah Siapkan Sejumlah Landasan Hukum Baru

 

Presiden menegaskan Perppu ini memberi fondasi bagi pemerintah untuk otoritas perbankan dan otoritas keuangan melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, dan stabilitas sistem keuangan. “Perppu ini terbit setelah berdiskusi dengan Gubernur Bank Indonesia, pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan kepala eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),” kata Jokowi.

 

Jokowi mengungkapkan Perppu ini berisi kebijakan dan langkah-langkah luar biasa (extra ordinary) untuk menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitass sistem keuangan. Pertama, pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN Tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun.

 

Total anggaran ini dialokasikan Rp75 triliun belanja bidang kesehatan; Rp110 triliun perlindungan sosial; Rp70,1 triliun insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat; dan Rp150 triliun pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah (UMKM).  

 

“Anggaran bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan tenaga kesehatan terutama pembelian alat pelindung diri (APD); pembelian alat-alat kesehatan seperti test kit, reagen, ventilator; insentif dokter, perawat; santunan kematian; dan lain-lain,” kata Jokowi.  

 

Kemudian anggaran perlindungan sosial akan diprioritaskan untuk keluarga penerima manfaat PKH yang naik dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat. Termasuk akan dipakai untuk Kartu Sembako yang dinaikkan dari 15,2 juta orang menjadi 20 juta penerima. Anggaran perlindungan sosial juga akan dipakai untuk Kartu Prakerja yang dinaikkan anggarannya dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk bisa meng-cover sekitar 5,6 juta orang yang terkena PHK, pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil.

 

“Juga akan dipakai untuk pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450 VA dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900 VA,” lanjutnya.  

 

Untuk stimulus ekonomi bagi UMKM dan pelaku usaha akan diprioritaskan untuk penggratisan PPh 21 untuk para pekerja sektor industri pengolahan penghasil maksimal Rp200 juta; untuk pembebasan PPN impor untuk wajib pajak; kemudian impor tujuan ekspor terutama ini untuk industri kecil dan menengah pada 19 sektor tertentu. Dan juga akan dipakai untuk pengurangan tarif PPh sebesar 25 persen untuk wajib pajak kemudian impor tujuan ekspor, terutama industri kecil menengah pada sektor tertentu.

 

Selain itu, ada penurunan tarif PPh Badan sebesar 3 persen dari 25 persen menjadi 22 persen dan penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan. Untuk bidang non-fiskal menjamin ketersediaan barang yang saat ini dibutuhkan, termasuk bahan baku industri, pemerintah melakukan beberapa kebijakan yaitu penyederhanaan larangan terbatas (lartas) ekspor, penyederhanaan larangan terbatas atau lartas impor, serta percepatan layanan proses ekspor-impor melalui national logistic ecosystem.  

 

Kemudian Otoritas Jasa Keuangan juga menerbitkan beberapa kebijakan yaitu keringanan dan/atau penundaan pembayaran kredit atau leasing hingga Rp10 miliar termasuk untuk UMKM dan pekerja informal maksimal 1 tahun. Termasuk memberikan keringanan dan/atau penundaan pembayaran kredit atau leasing tanpa batasan plafon sesuai kemampuan bayar debitur dan disepakati dengan bank atau lembaga leasing.

 

Yang terpenting, bagi Presiden, Perppu ini untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit APBN yang diperkirakan mencapai 5,07 persen. Pemerintah membutuhkan relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3 persen. Namun relaksasi defisit ini hanya untuk 3 tahun, yaitu tahun 2020, tahun 2021, dan tahun 2022. Setelah itu, akan kembali kedisiplinan fiskal maksimal defisit 3 persen mulai tahun 2023.

 

“Saya mengharapkan dukungan dari DPR agar Perppu yang baru saja ditandatangani ini akan segera diundangkan dan dilaksanakan. Dalam waktu yang cepat-cepatnya kami akan menyampaikan kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan menjadi undang-undang,” harapnya.

 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan Presiden Jokowi pun bakal menerbitkan Perppu tentang Penanganan Wabah Covid-19. Namun, dia enggan membeberkan penerbitkan Perppu ini bakal mengganti UU tentang apa? Menurutnya, Presiden Jokowi sangat berhati-hati dalam menetapkan status penanganan masalah Covid-19.

 

Hingga akhirnya, Presiden baru saja menetapkan darurat kesehatan dengan mengacu pada UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. “Selanjutnya akan diterbitkan Perppu dalam waktu dekat ini,” katanya.

 

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyampaikan rekomendasi agar Presiden menerbitkan Perppu untuk menjaga keberlangsungan APBN 2020 akibat dampak penyebaran Covid-19. Sebba, APBN 2020 sebagai instrumen fiskal utama yang dimiliki Pemerintah untuk menjalankan roda pembangunan, praktis mengalami banyak perubahan, mulai dari asumsi ekonomi makro maupun postur APBN 2020 itu sendiri.

 

“Saran ini mendesak karena hampir seluruh indikator ekonomi makro dalam APBN telah mengalami perubahan signifikan, terutama nilai tukar rupiah dan harga minyak,” Said Abdullah belum lama ini. Baca Juga: PSHK Sebut Penerbitan Perppu Dampak Corona Belum Perlu

 

Pertama, pemerintah perlu menerbitkan Peppu APBN 2020. Perppu APBN ini dibutuhkan pemerintah untuk menyesuaikan kembali APBN 2020 dengan kondisi wabah Covid-19 yang sedang dialami saat ini dalam beberapa bulan ke depan. Kedua, pemerintah perlu menerbitkan Perppu terhadap UU No.36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), khususnya PPh pribadi dan badan. 

 

"Poin penting dari penerbitan Perppu ini memberikan insentif Pajak Penghasilan Orang Pribadi dengan tarif PPh 20 persen bagi yang simpanannya diatas Rp100 miliar," saran Said.

 

Ketiga, pemerintah perlu segera menerbitkan Perppu yang merevisi UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terutama di penjelasannya. "Revisi penjelasan yang memberikan kelonggaran defisit APBN dari 3 persen ke 5 persen dari PDB dan rasio utang terhadap PDB tetap 60 persen," ujar Politisi PDIP ini.

 

Perppu ini untuk mendukung upaya pemulihan kesehatan masyarakat akibat wabah Covid-19 dan memastikan adanya program social safety net untuk membantu kehidupan masyarakat. Ia mengharapkan sejumlah relaksasi ini dapat mendukung sektor UMKM dan informal agar bisa tetap bertahan dalam menghadapi kondisi ekonomi yang sulit seperti saat ini. "Kita berharap, rekomendasi ini akan memberikan dampak jangka panjang, bagi kehidupan ekonomi kita di masa yang akan datang.”

Tags:

Berita Terkait