Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lewat perkawinan, seorang laki-laki dan seorang perempuan berharap bisa meneruskan keturunan. Hasil usaha yang diperoleh selama dalam ikatan lantas menjadi harta bersama.
Simaklah ilustrasi kasus perkawinan berikut ini. Tien dan Alle melangsungkan pernikahan berdasarkan agama yang mereka anut pada 1977. Perkawinan itu tidak pernah dicatatkan di Kantor Catatan Sipil karena keduanya menganggap perkawinan menurut agama sudah sah untuk membangun bahtera rumah tangga.
Selama puluhan tahun menikah, mereka bukan hanya dikaruniai anak, tetapi juga beberapa bidang tanah dan aset lain yang menurut hukum dapat dikualifikasi sebagai harta bersama. Ketika perkawinan Tien dan Alle di ambang kehancuran, terungkap satu fakta bahwa sebagian harta bersama mereka telah diagunkan oleh Alle ke salah satu bank swasta nasional. Masalahnya, Tien merasa tidak pernah memberikan persetujuan atas penjaminan harta bersama tersebut.
Apakah penjaminan harta bersama ke bank oleh suami tanpa persetujuan istri itu sah menurut hukum? Atau, lebih mendasar lagi, apakah keabsahan status perkawinan mereka akan menentukan wajib tidaknya persetujuan salah satu pasangan?