6 Prinsip Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata
Terbaru

6 Prinsip Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata

Ada 6 prinsip pembuktian dalam hukum acara perdata, mulai dari pembuktian mencari dan mewujudkan kebenaran formil hingga bukti lawan.

Tim Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi prinsip pembuktian dalam hukum acara perdata. Foto: pexels.com
Ilustrasi prinsip pembuktian dalam hukum acara perdata. Foto: pexels.com

Secara sederhana, prinsip pembuktian adalah landasan yang digunakan dalam penerapan pembuktian. Lebih lanjut, semua pihak, termasuk halnya hakim, harus berpegangan pada prinsip-prinsip pembuktian ini. Terkait prinsip pembuktian dalam hukum acara perdata, Umarwan Sutopo dkk. menerangkan bahwa ada enam prinsip umum yang dikenal. Adapun 6 prinsip pembuktian dalam hukum acara perdata yang dimaksud adalah sebagai berikut.

  1. Pembuktian Mencari dan Mewujudkan Kebenaran Formil

Diterangkan Martha E. Safira dalam Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, sistem pembuktian yang dianut hukum acara perdata tidak bersifat stelsel negatif (negatief wettelijk stelsel) menurut undang-undang.

Hal ini berbeda dari pemeriksaan pidana yang menuntut pembuktian berdasarkan alat bukti dengan batas minimal, sekurang-kurangnya dua alat bukti. Kemudian, selain alat bukti, diperlukan dukungan keyakinan hakim akan kebenaran keterbuktian kesalahan terdakwa atau beyond a reasonable doubt.

Baca juga:

Dalam proses peradilan perdata, prinsip pembuktian tidak dilakukan demikian. Hal ini sebagaimana diterangkan Yahya Harahap bahwa kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim, cukup kebenaran formil. Dari diri dan sanubari hakim, tidak dituntut keyakinan. Para pihak yang berperkara dapat mengajukan pembuktian, namun secara teoritis harus diterima hakim untuk melindungi hak perorangan atau hak perdata pihak yang bersangkutan.

  1. Tugas dan Peran Hakim Bersifat Pasif

Dalam proses perkara perdata, peran hakim terbatas dalam mencari dan menemukan kebenaran formil yang mana kebenaran tersebut diwujudkan sesuai dengan fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan.

Adapun makna hakim bersifat pasif tidak sekadar berarti hakim hanya menerima dan memeriksa sebatas yang diajukan para pihak, melainkan tetap berperan dan berwenang menilai kebenaran fakta yang diajukan ke persidangan.

Tags:

Berita Terkait