Prof Hikmahanto Juwana: Hukum Internasional Berbasis Hukum Rimba
Utama

Prof Hikmahanto Juwana: Hukum Internasional Berbasis Hukum Rimba

Menurutnya hukum internasional berpijak pada siapa yang kuat, dia yang menang. Perihal politik internasional dan hubungan internasional masih mempunyai suara dan dominan dibandingkan aturan dan hukum internasionalnya.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) Prof Hikmahanto Juwana. Foto: RES
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) Prof Hikmahanto Juwana. Foto: RES

Bukan rahasia lagi banyak peristiwa internasional yang terjadi dan terus menggemparkan dunia. Mulai dari ramainya konflik Rusia-Ukraina, Myanmar, hingga Israel-Palestina. Dari semua konflik yang tidak berkesudahan itu, lantas memunculkan pertanyaan, mengapa hukum internasional begitu lemah tidak dapat menuntaskan berbagai permasalahan di lingkup internasional?

“Lemah karena ada kedaulatan negara, sedangkan di nasional tidak ada kedaulatan itu. Di hukum nasional ada hierarki yang lebih tinggi, ada pengadilan yang memutus dan kemudian bisa dieksekusi putusan itu. Kalau di internasional, siapa yang mau mengeksekusi?” ujar Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) Prof Hikmahanto Juwana ketika dijumpai di kantornya, Selasa (30/5/2023) lalu.

Memang, kata dia, di tingkat internasional diketahui adanya Mahkamah Internasional maupun International Criminal Court (ICC), menjadi persoalan ialah terkait enforcement putusan. “Kalau sudah ada keputusan, tapi tidak bisa dieksekusi kan tidak ada artinya juga. Hukum internasional ini basisnya masih ‘siapa yang kuat dia yang menang’,” kata dia.

Baca Juga:

Ia memberi contoh Presiden Rusia yang ramai diberitakan berbagai media internasional saat ini untuk diboyong ke lembaga ICC, jelas akan sulit. Tentu bakal ada perlawanan yang dilakukan Pemerintah Rusia. Menurutnya, lain cerita jika yang bersangkutan sudah tidak in power atau memangku jabatan. Apalagi kalau di negara tersebut dimusuhi rakyatnya.

“Keinginan banyak orang bahwa hukum internasional harus punya gigi supaya lebih kuat dan sebagainya itu ternyata tidak bisa terpenuhi karena nature (sifat) dari hukum internasional sendiri masih berbasiskan pada kesepakatan antar negara. Bukan sifatnya hirarkis dan tidak ada dalam masyarakat internasional itu lembaga yang lebih tinggi daripada (kedaulatan) negara.”

Hukumonline.com

Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) Prof Hikmahanto Juwana.

Dalam konteks hukum internasional, sambungnya, memang suatu negara memegang satu suara, misalnya dalam forum internasional seperti Majelis Umum PBB. Tetapi faktanya suara yang dimiliki suatu negara adidaya dengan negara lainnya jelas akan berbeda. “Itu yang memunculkan apa yang saya sebut tadi ‘hukum rimba’. Siapa yang kuat, dia yang menang,” tegas Pakar Hukum Internasional.

Tags:

Berita Terkait