PSHK: Pengadilan Negeri Tak Berwenang Menunda Pemilu
Terbaru

PSHK: Pengadilan Negeri Tak Berwenang Menunda Pemilu

Pengadilan Negeri tidak memiliki kewenangan memutus perbuatan melawan hukum yang diakibatkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, apalagi menunda Pemilu. Perlu mempertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim tersebut dalam memutuskan perkara tersebut.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Selain itu Ramadhan menekankan pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali. Hal itu sebagaimana tercantum dalam pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Sehingga dapat disimpulkan konstitusi menetapkan pemilu harus dilaksanakan selama lima tahun sekali dan tidak bisa ditawar.

Penundaan yang diakibatkan putusan 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst menurut Ramadhan telah mengganggu tahapan yang telah disepakati melalui Peraturan KPU. Hal ini akan membuat pasal 22E UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan, sehingga putusan PN Jakarta Pusat terhadap perkara No.757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dikategorikan melanggar konstitusi.

PSHK mengusulkan sedikitnya 3 poin yang perlu dilakukan. Pertama, KPU RI segera mengambil upaya hukum terhadap Putusan PN Jaksel No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Kedua, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk segera memutus mengabulkan upaya hukum dari KPU RI dengan menganulir Putusan No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, agar tidak ada lagi perdebatan yang hanya akan mengganggu bahkan menunda proses Pemilu. Ketiga, seluruh jajaran penyelenggara negara, termasuk lembaga peradilan, konsisten dalam menjalankan mandatnya dan tidak bermain-main dengan ketentuan Konstitusi.

Sementara  mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengaku kaget dengan putusan tersebut yang memerintahkan penundaan pemilu. Kendatipun masih putusan tingkat pengadilan negeri, masih terdapat upaya banding dan kasasi. Tapi Hamdan menegaskan perlu mempertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim tersebut dalam memutuskan perkara tersebut.

“Karena bukan kompotensinya. Jelas bisa salah faham atas objek gugatan,” ujarnya melalui akun twitternya.

Pria yang kini berprofesi sebagai advokat itu menegaskan, semestinya dipahami sengketa pemilu termasuk persoalan verifikasi peserta pemilu menjadi kompetensi peradilan tersendiri. Yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau terkait sengketa perolehan hasil suara di MK, bukan malah diboyong ke ranah perdata dengan dasar perbuatan melawan hukum.

“Tidak ada kewenangan PN memutuskan masalah sengketa pemilu, termasuk masalah verfikasi dan bukan kompotensinya, karena itu putusannya pun menjadi salah,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait