PT NSP Divonis Bayar Rp1,07 Triliun atas Kebakaran Hutan di Riau
Berita

PT NSP Divonis Bayar Rp1,07 Triliun atas Kebakaran Hutan di Riau

Gugatan perdata yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diterima sebagian.

Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang putusan PT NSP vs KLHK. Foto: HAG
Suasana sidang putusan PT NSP vs KLHK. Foto: HAG
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan membacakan putusan atas gugatan yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap PT National Sago Prima (NSP). Dalam putusannya hakim menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp319 miliar dan biaya pemulihan sebesar Rp753 miliar.

"Mengadili dalam provisi menolak provisi Tergugat. Menyatakan eksepsi tidak dapat diterima seluruhnya. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak selebihnya. Menghukum tergugat untuk ganti rugi ekologis dan ekonomis sebesar Rp319 miliar, biaya pemulihan sebesar Rp753 miliar, menghukum membayar uang paksa sebesar Rp50 juta per hari, dan menghukum tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp426 ribu," ujar Hakim Effendi Mukhtar, Kamis (11/8)

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa dalam lingkungan hidup tidak melihat siapa pelaku dan siapa korban. Sepanjang terjadi di area pemegang izin maka pemegang izin harus bertanggung jawab. Pertanggungjawaban atas yang terjadi tidak hanya dalam penanggulangan, tetapi juga secara hukum perdata yakni ganti rugi.

Selain itu, hakim menimbang bahwa alat ukur yang digunakan oleh hakim ketika terjadi perbedaan pendapat antara ahli tergugat dan penggugat adalah dengan berpatokan pada undang-undang, di mana terdapat perbedaan pendapat mengenai lahan yang terbakar. Penggugat menyatakan bahwa kebakaran terjadi seluas 3000Ha, sedangkan tergugat 1990Ha.

"Dalam perkara a quo hakim beranggapan bahwa perkara a quo bukanlah perkara sengketa kepemilikan lahan. Dan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian maka hakim sependapat dengan penggugat bahwa luas sebesar 3000Ha," ujarnya. (Baca Juga: LSM: Permintaan Ganti Kerugian Menunjukkan Kesiapan KLHK dalam Pembuktian)

Menanggapi putusan tersebut pihak penggugat yang diwakili oleh kuasa hukumnya, yaitu Patra M Zein menyatakan sangat senang atas putusan tersebut. Namun, memang masih ada langkah lagi yang harus disiapkan karena tergugat mungkin akan mengajukan banding.

"Ini ibarat tendangan adalah tendangan yang telak. Semua angka yang diminta dikabulkan oleh hakim. Yang tidak diterima hanya sita jaminan. Namun, kita juga masih ada lagi karena kan tergugat mungkin akan melakukan banding," ujarnya selepas persidangan.

Sedangkan dari Kuasa Hukum PT NSP, Rofiq Sungkar, mengatakan bahwa putusan hakim tidak masuk akal dan pihaknya akan mengajukan banding. Menurutnya, hakim lingkungan pasti akan menyatakan bahwa yang terjadi adalah bencana alam. (Baca Juga: Advokat dan Pemerintah Menggugat Gara-Gara Asap)

"Kita seharusnya tidak dituntut sama sekali. Kami telah mendatangkan saksi ahli yang benar-benar mengerti tentang lingkungan. Ahli kita secara tegas menyatakan bahwa ganti kerugian tidak masuk akal. Setelah dilihat lahan itu tidak rusak tapi ada kerusakan dari bencana alam. Kami juga mengalami kerugian besar. Kerugian ekologis tidak berdasar karena saksi ahli bilang kalau lahan kami adalah lahan gambut yang tidak perlu reservoir. Harusnya merujuk ke hakim lingkungan yang paham betul isu ini," ujarnya.

Untuk diketahui, pemerintah melalui KLHK mengajukan gugatan perdata dengan dalil PMH (Perbuatan Melawan Hukum) terhadap PT. NSP. Gugatan tersebut atas kebakaran lahan gambut di Kepulauan Meranti Riau. Dalam petitumnya KLHK meminta agar PT NSP membayar ganti kerugian, biaya pemulihan lahan, adanya uang paksa, dan sita jaminan. Namun, dalam putusannya hakim mengabulkan semua petitum pemohon kecuali sita jaminan.

Tags:

Berita Terkait