Putusan Syarat Mantan Narapidana Ikut Pilkada Disebut ‘Jalan Tengah’
Berita

Putusan Syarat Mantan Narapidana Ikut Pilkada Disebut ‘Jalan Tengah’

KPK meminta semua pihak mulai parlemen, pemerintah, partai politik mesti menyambut baik dan menghormati putusan MK itu.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MK Jakarta. Foto: RES
Gedung MK Jakarta. Foto: RES

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi syarat tambahan bagi calon kepala daerah yang berstatus mantan terpidana yakni harus menunggu masa jeda selama 5 tahun setelah melewati atau menjalani masa pidana penjara mendapat respon positif dari sejumlah pemangku kepentingan. 

 

Anggota Komisi II DPR Sodik Mudjahid menilai putusan MK itu sebagai “jalan tengah” terhadap polemik pencalonan mantan terpidana korupsi dalam jabatan publik termasuk dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Ada sebagian kelompok masyarakat yang berpendapat, mantan narapidana tak boleh maju dalam pilkada sebagai sanksi sosial dan efek jera bagi pelakunya.

 

Sementara sebagian kelompok masyarakat lain berpendapat, mantan narapidana tetap diperbolehkan maju dalam pilkada sebagai hak konstitusional untuk memilih dan dipilih (HAM) yang melekat setiap warga negara. “Saya pikir ini jalan tengah yang baik, bijak, dan konstitusional,” ujar Sodik kepada wartawan di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (12/12/2019). Baca Juga: MK: Syarat Jeda 5 Tahun bagi Mantan Narapidana Ikut Pilkada

 

Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu menegaskan bakal patuh terhadap putusan MK itu. Karena itu, pihaknya meminta Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra se-Indonesia tidak mencalonkan mantan narapidana dalam pilkada. Menurutnya, tidak mencalonkan mantan narapidana dalam pilkada untuk mendapat kepala daerah yang bersih dari catatan kriminal.

 

Dia menilai putusan MK ini yang mengatur syarat tambahan adanya jeda lima tahun setelah menjalani masa hukuman pidana bila hendak maju dalam pilkada dapat menimbulkan efek jera khususnya bagi calon pemimpin daerah. “Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan masyarakat juga memberi pencerahan kepada calon pemilih tentang latar belakang setiap kandidat sebelum pelaksanaan pilkada.”

 

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Univesitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai putusan MK memberi syarat jeda waktu 5 tahun bagi mantan narapidana yang ikut pilkada sebagai jalan kompromi terkait polemik pencalonan mantan narapidana korupsi dalam pilkada. Satu sisi, MK tetap menghargai/menghormati hak asasi manusia (HAM) politik seseorang dalam negara demokrasi. Sisi lain, syarat jeda 5 tahun agar mantan narapidana yang bersangkutan dapat berkontemplasi meneruskan maju ke jalur politik atau sebaliknya.

 

“Masa jeda waktu 5 tahun diharapkan bisa menurunkan atau menghilangkan ‘libido libido’ (perilaku) koruptif,” kata Abdul Fickar.

 

“Putusan MK itu menjadi wajar bila regulasi larangan eks narapidana korupsi mencalonkan diri dalam pilkada dan legislatif. Sebab, dunia politik memperebutkan kekuasaan, sehingga penyaringannya harus diperketat.”

 

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif meminta semua pihak mulai parlemen, pemerintah, partai politik mesti menyambut baik dan menghormati putusan MK itu. Dia percaya dalam partai politik masih banyak kader-kader yang baik, mumpuni, berintegritas yang meniti karier hingga ke level atas. Hanya saja, diantara kader-kader yang mumpuni itu tidak didukung partainya.

 

“Ini kader-kader yang baik ini mengeluh karena tidak mendapat support dari parpolnya. Tiba-tiba ada 'kutu loncat' dari luar karena bawa uang gede ada kabarnya di-push jadi anggota legislatif, jadi wali kota, bupati, gubernur seperti itu. Jadi, paslah putusan itu, terima kasih kepada MK, itu putusan progresif,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara.

 

Perubahan peraturan KPU

Menanggapi putusan MK ini, KPU bakal mengubah sejumlah peraturan KPU terkait aturan pelaksanaan Pilkada 2020. Komisioner KPU Evi Novita Ginting Manik membenarkan hal tersebut. Menurutnya, substansi dalam peraturan KPU terkait pencalonan Pilkada 2020 harus menyesuikan dengan putusan MK. “KPU akan melakukan sejumlah perubahan Peraturan KPU pencalonan Pilkada 2020,” kata Evi.

 

Menurutnya, putusan MK itu dapat dimaknai mantan terpidana yang berdasarkan putusan inkcracht karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara diatas 5 tahun tak memenuhi syarat mendaftar sebagai calon kepala daerah, kecuali sudah melewati masa 5 tahun setelah menjalani hukuman pidana diperbolehkan mencalonkan sebagai kepala daerah.

 

“Itu pun masih harus mengumumkan secara jujur, terbuka, tentang statusnya sebagai mantan terpidana korupsi.Artinya, dia sudah memenuhi syarat,” kata dia.

 

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan ICW dan Perludem terkait uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Dalam Putusan MK No.56/PUU-XVII/2019, MK memberi syarat tambahan bagi calon kepala daerah yang berstatus mantan terpidana yakni harus menunggu masa jeda selama 5 tahun setelah melewati atau menjalani masa pidana penjara berdasarkan putusan yang telah inkracht.

Tags:

Berita Terkait