Quo Vadis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Kolom

Quo Vadis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Dengan dibukanya pintu mengawasi MK, bukan tidak mungkin akan melahirkan pengawas untuk KPK.

Bacaan 2 Menit

Loh, apa hubungannya dengan KPK? Ya, bagi sebagian orang, saat ini ada dua lembaga negara yang dianggap bersih, dapat dipercaya dan memiliki peranan penting yang tidak diawasi oleh pengawasan eksternal, yaitu MK dan KPK, dengan dibukanya pintu mengawasi MK, bukan tidak mungkin akan melahirkan pengawas untuk KPK. Bahkan mantan ketua MK, Jimly Assidiqqie mengatakan tidak perlu pengawasan, dengan argumentasi bahwa oknum pribadi jangan dikaitkan dengan institusi. Oleh karena itu, menurut Jimly, MK tidak butuh pengawasan eksternal.

Apabila ditinjau dari aspek psikologis, baik di tataran para Hakim MK maupun masyarakat luas, jika MK itu sendiri berpendapat bahwa MK adalah lembaga yang bersih dan dapat dipercaya masyarakat, kenapa harus “risih” dengan adanya pengawasan dari luar lembaga tersebut?

Demikian juga dari aspek hukumnya, dalam UUD 1945 yang sudah diamandemen sebanyak empat kali, secara eksplisit memang tidak disebutkan bahwa MK diawasi oleh suatu lembaga negara yang disebut dengan KY. Hanya saja secara implisit, jika kita membaca secara sistematis ketentuan BAB IX UUD 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman, juga tidak ada dikatakan bahwa KY hanya bertugas mengawasi Hakim-Hakim di bawah kekuasaan Mahkamah Agung (MA). KY justru diperintahkan oleh UUD 1945 untuk mengawasi perilaku Hakim. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 24B ayat (1), yang menyatakan :

Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku HAKIM

Pertanyaannya apakah Hakim MK juga termasuk Hakim yang dimaksud sebagaimana bunyi Pasal 24A ayat (1) tersebut? Menurut hemat Penulis, Ya, karena jika melihat sistematika penyusunan Pasal-Pasal dalam BAB IX mengenai Kekuasaan Kehakiman tersebut, mengenai letigimasi kekuasaan kehakiman oleh MA dan MK diatur dalam Pasal 24 ayat (2), mengenai MA diatur dalam Pasal 24A, mengenai KY diatur dalam Pasal 24B, mengenai MK diatur dalam Pasal 24C dan Pasal 25 mengenai perintah untuk diatur dalam Undang-Undang mengenai syarat-syarat untuk diangkat dan diberhentikan menjadi Hakim. Dimana Pasal 25 selengkapnya menyatakan :

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai HAKIM ditetapkan dengan undang-undang

Dengan adanya kata “HAKIM” yang tidak diteruskan dengan kata apakah Hakim yang dimaksud dalam Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 25 ini adalah Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24A, yaitu Hakim dalam lingkup Mahkamah Agung atau Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C, yaitu Hakim MK adalah sebuah letigimasi bahwa yang dimaksud dengan kata “Hakim” ini adalah Hakim secara general, yaitu Hakim dalam lingkup MA dan Hakim dalam lingkup MK.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait