Ramai-Ramai Kalangan Parlemen Tolak Pajak Pendidikan
Terbaru

Ramai-Ramai Kalangan Parlemen Tolak Pajak Pendidikan

Pengenaan pajak sektor pendidikan bertentangan dengan konstitusi karena menghambat hak warga negara mendapatkan pendidikan dan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Rencana pemerintah menarik pajak dari sektor pendidikan tak hanya menuai penolakan dari kalangan pendidikan dan lembaga keagamaan, tapi juga penolakan datang dari kalangan parlemen. Karena itu, Pemerintahan Joko Widodo melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta membatalkan rencana kebijakan tersebut.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nurwahid menolak keras rencana pemerintah tersebut. Rencana tersebut tertuang dalam draf Revisi Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun 2009 (RUU KUP). Pemerintah seharusnya berinovasi agar bisa tetap dapat melindungi, memakmurkan, dan mencerdaskan rakyatnya.

“Semestinya pemerintah membantu rakyat, jangan malah membebani dengan pajak-pajak yang tidak adil itu,” ujar Hidayat Nurwahid dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/6/2021). (Baca Juga: MPR Minta Pemerintah Batalkan Rencana Kenaikan Pajak Sembako)

Anggota Komisi VIII DPR ini melanjutkan rencana pengenaan PPN menyasar ke jasa pendidikan swasta formal, nonformal, ataupun informal. Padahal, kegiatan pendidikan yang dilakukan masyarakat ataupun organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga membantu pemerintah/negara mewujudkan tujuan negara itu yakni memenuhi hak setiap warga negara memperoleh pendidikan sebagaimana diatur Pasal 31 ayat (1) UUD Tahun 1945.

“Seharusnya masyarakat atau ormas keagamaan diberikan insentif, ini malah ‘dihadiahi’ penarikan pajak,” kata Hidayat Nurwahid.  

Untuk diketahui, merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, mencakup juga pendidikan formal, nonformal dan informal. Termasuk lembaga pendidikan keagamaan. Ketentuan ini bakal tergerus bila aturan di atasnya diubah melalui revisi UU KUP yang mencabut pendidikan dalam kategori yang tidak terkena pajak.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mendorong Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengkoreksi atau mencabut pasal yang menghapus pendidikan dan sembako dari daftar bidang yang tidak terkena pajak. “Karenanya, DPR harus mendengar aspirasi publik dan menghadirkan keadilan, dan memastikan tak ada revisi perpajakan yang menambah beban rakyat, seperti draf RUU KUP yang bocor dan beredar luas itu,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait