MPR Minta Pemerintah Batalkan Rencana Kenakan Pajak Sembako
Terbaru

MPR Minta Pemerintah Batalkan Rencana Kenakan Pajak Sembako

DPR meminta pemerintah menjelaskan kedudukan draf sekaligus naskah akademik RUU KUP. Sebab, draf yang beredar belum memiliki kekuatan hukum mengikat lantaran belum mendapat persetujuan DPR.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Rencana pemerintah bakal mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sejumlah bahan pokok (sembako) makanan terus menimbulkan penolakan di masyarakat. Sebab, rencana tersebut dianggap sangat memberatkan dan menyakiti masyarakat di tengah kondisi ekonomi terpuruk dampak pandemi Covid-19. Apalagi, pengenaan pajak tersebut bertentangan dengan sila Ke-5 Pancasila. Itu sebabnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mendesak pemerintah agar membatalkan recana tersebut.

“Pengenaan pajak PPN, otomatis akan membuat harga sembako naik tajam. Pada akhirnya akan menaikan inflasi Indonesia. Rata-rata per tahunnya, dari kondisi harga beras saja bisa menyumbang inflasi mencapai 0,13 persen. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya apabila sembako, terutama beras akan dikenakan PPN,” ujar Ketua MPR Bambang Soesatyo melalui keterangan tertulis, Minggu (13/6/21) kemarin. (Baca Juga: Pengenaan PPN Sembako Hanya Berlaku untuk Produk Premium)

Dia menilai Kementerian Keuangan semestinya menyadari masih banyak cara menaikan pendapatan negara tanpa memberatkan masyarakat. Terutama memaksimalkan dari potensi yang ada. Mengingat hingga akhir April 2021, penerimaan pajak baru mencapai Rp 374,9 triliun atau sekitar 30,94 persen dari target total yang mencapai Rp 1.229,6 triliun. 

Ketua DPR periode 2014-2019 itu menilai masih banyak peluang yang dapat digarap dengan memaksimalkan potensi pajak yang sudah ada. Dia mengingatkan sebelum memberatkan masyarakat, Kementerian Keuangan mesti terlebih dahulu menertibkan jajarannya agar dapat mengejar pengemplang pajak yang berpotensinya merugikan negara hingga mencapai ratusan triliun rupiah.

Meninjau ulang

Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani berpandangan, rencana pengenaan PPn tertuang dalam draf revisi Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar di masyarakat. Dia memahami beban keuangan negara semakin berat di tengah pandemi Covid-19. Akibatnya, penerimaan negara mengalami defisit. Termasuk penerimaan pajak pun tak dapat mencapai target yang telah ditetapkan.

Meski demikian, pemerintah diminta berpikir ulang mengenakan pajak terhadap sejumlah bahan pokok makanan masyarakat. Termasuk rencana penerapan pajak di sektor jasa pelayanan kesehatan dan pendidikan. Sebabnya hal ini diperkirakan bakal semakin memberatkan dan menyusahkan masyarakat luas di seluruh Indonesia.

“Tapi kalau jalan keluarmya adalah memajaki barang-barang kebutuhan pokok rakyat dan kegiatan-kegiatan riil masyarakat, seperti beras, gula, garam, ikan, daging, sayur mayur, dan juga pelayanan kesehatan justru semakin membebani rakyat. Upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak tidak berbanding lurus dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait