Ranah Korupsi, Pencucian Uang atau Pasar Modal di Kasus Jiwasraya?
Kolom

Ranah Korupsi, Pencucian Uang atau Pasar Modal di Kasus Jiwasraya?

​​​​​​​Apabila dianalisis lebih mendalam kasus Jiwasraya, lebih tepat dari awal diproses dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, bahkan dapat dituntut secara pidana dan perdata.

Bacaan 6 Menit

Apabila dianalisis lebih mendalam kasus Jiwasraya, lebih tepat dari awal diproses dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, bahkan dapat dituntut secara pidana dan perdata. Tindak pidana unsur penipuan dan manipulasi pasar/perdagangan semu di pasar modal Pasal 90, 91,92, 93 UU Pasar Modal (UUPM). Proses perdata dapat menggunakan Pasal 111 UUPM (semangatnya terkait dan relevan dengan Pasal  Pasal 61 Ayat (1), dan Pasal 97 ayat (6) UU Perseroan Terbatas), agar kerugian yang timbul secara perdata dapat dipulihkan.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang diperbantukan di OJK, adalah tenaga yang profesional dan punya keahlian dalam bidang pasar modal seharusnya lebih utama melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus ini, dan apabila hasilnya adalah dugaan kuat ada pelanggaran dan ada tindak pidana dilanjutkan dengan proses penuntutan (dilimpahkan ke kejaksaan) dan kemudian proses peradilan (kekuasaan kehakiman), sehingga terlihat due process of law yang adil buat semua pihak.

Penutup

Apabila dicermati akhir-akhir ini beberapa kasus dalam ranah hukum bisnis dijerat dengan “pasal sapu jagat” pasal korupsi yang disebutkan di atas padahal ada peraturan perundang-undangan yang lebih tepat dikenakan kepada para pelaku. Ke depan, semoga beberapa kasus sejenis atau kasus terkait dengan Jiwasraya yang akan berproses tidak lagi menggunakan “pasal sapu jagat” tersebut, misalnya untuk beberapa manajer investasi yang harus ikut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat tindakannya (Pasal 27 UUPM) dan menyusul kasus PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ASABRI (Persero) yang segera diproses hukum, konon dengan kerugian lebih besar dari Jiwasraya yaitu Rp17 triliun.  

Pemikiran ini sejalan dan banyak irisannya dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2020 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan tertanggal 18 Desember 2020. Rumusan Kamar Pidana Angka 4 menyebutkan, kerugian yang timbul pada anak perusahaan BUMN/BUMD yang modalnya bukan bersumber dari APBN/APBD atau bukan penyertaan modal dari BUMN/BUMD dan tidak menerima/menggunakan fasilitas negara, bukan termasuk kerugian keuangan Negara. (Baca Tulisan:Conflict of Law: UU Keuangan Negara vs UU BUMN).

Semoga hukum dapat ditegakkan dan berkeadilan bagi semua pihak, adil buat negara (tidak perlu menalangi kerugian dalam kasus ini di samping menambah beban keuangan negara dan mengganggu perekonomian negara). Hukum juga adil buat pelaku (dituntut dengan aturan hukum yang pas, proporsional dan bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan) dan adil buat korban (kembalinya dana premi mereka tanpa pengurangan dalam waktu yang tidak terlalu lama).

*)Arman Nefi, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dan Peneliti Pada Center for Indonesian Financial and Economic Law Studies (CIFELS).

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait