Rangkap Jabatan Komisaris Dinilai Langgar Sejumlah UU dan PP Ini
Berita

Rangkap Jabatan Komisaris Dinilai Langgar Sejumlah UU dan PP Ini

Sebanyak 7 UU dan 2 PP. Selain berdampak pada rangkap penghasilan, rangkap jabatan bisa berakibat pengawasan lemah karena komisaris minim waktu dan masukan bagi perusahaan BUMN.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Ketujuh, UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, terutama Pasal 28 ayat (3) yang menyebut anggota kepolisian hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinasnya. Kedelapan, PP No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, terutama Pasal 54 yang melarang terjadinya rangkap jabatan.

Kesembilan, PP No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya Pasal 48 ayat (1) yang menyebutkan, “Anggota Dewan Pengawas atau anggota Komisaris dilarang memangku lebih dari 2 (dua) jabatan Anggota Dewan Pengawas dan/atau anggota Komisaris”. Sedangkan ayat (2) menyebutkan, “Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa diberhentikan sewaktu-waktu dari jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas dan/atau anggota Komisaris.”

“Dengan banyaknya peraturan yang telah ‘diterabas’, saya sangsi Menteri BUMN sedang berusaha membersihkan dan mengembalikan nama baik BUMN. Maka kita sebenarnya mempertanyakan di mana posisi ‘akhlak’ dalam penyelesaian kasus rangkap jabatan serta pengangkatan para komisaris yang ‘menabrak’ berbagai peraturan itu?”

Anggota Komisi I DPR itu melanjutkan BUMN merupakan amanat konstitusi sebagai campur tangan negara dalam mengawal perekonomian nasional terkait hajat hidup orang banyak. Baginya, BUMN yang seharusnya memberi keuntungan dan berkontribusi pada APBN, ironisnya justru banyak merugi dan berutang. “Kita pun masih melihat BUMN jadi wadah penampungan tim sukses, bahkan di masa tertentu menjadi sapi perah kepentingan bisnis atau politik,” ujar politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu.

Seperti diketahui, sejak menjabat Menteri BUMN Erick Thohir setidaknya telah mengangkat 9 orang tokoh parpol sebagai komisaris di beberapa BUMN. Mulai dari Pertamina, Bank Mandiri, BRI, Pelindo I, Hutama Karya, Telkom, hingga PLN dengan mengabaikan kompetensi dan prinsip pembagian kekuasaan dengan memasukkan unsur-unsur aktif dari TNI, Polri, Badan Intelijen Negara, Kejaksaan, Kehakiman, serta BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagai komisaris BUMN.

“Penunjukkan semacam ini menurut saya telah mengacaukan sistem, baik sistem meritokrasi di dalam perusahaan negara, maupun mengacaukan sistem tata negara modern yang seharusnya disiplin dengan pembagian kekuasaan,” kata Fadli.

Memperbaiki sistem

Terpisah, Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan pihaknya telah melakukan pendalaman pada 2017. Hasilnya, menemukan 222 ASN yang rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Singkat cerita, Ombudsman menemui Presiden dan diterima oleh kepala staf presiden dan mengusulkan agar Presiden membenahi masalah rangkap jabatan dan spesifik rangkap penghasilan. “Kita tunggu, tapi tidak ada perkembangan,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait