Reshuffle Kabinet Indonesia Maju Dinilai Minim Evaluasi Hukum dan HAM
Terbaru

Reshuffle Kabinet Indonesia Maju Dinilai Minim Evaluasi Hukum dan HAM

Presiden Jokowi perlu melakukan evaluasi terhadap menteri dan kepala lembaga negara yang kinerjanya buruk, terutama dalam agenda pemajuan HAM, toleransi, dan reformasi sektor keamanan di Indonesia.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Gufron mencatat Menteri Pertahanan yang diampu Prabowo Subianto tak menunjukkan capaian yang signifikan dalam bidang pertahanan dan reformasi militer. Sebaliknya, Kementerian Pertahanan di bawah Prabowo Subianto banyak melahirkan berbagai kebijakan yang kontra-produktif. Seperti pembentukan komponen cadangan (militerisasi warga sipil), penambahan kodam di 38 provinsi, rencana revisi UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI, militerisasi Papua, dan pengadaan alutsista bekas.

“Prabowo Subianto yang memiliki rekam jejak yang buruk dalam isu pelanggaran HAM berat juga menjadi hambatan politik bagi penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu,” ujarnya.

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menurut Gufron juga layak dievaluasi mengingat banyak melahirkan produk hukum yang tidak sejalan dengan HAM dan agenda reformasi hukum. Misalnya, pengesahan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja -kini menjadi tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2022  tentang Cipta Kerja menjadi UU-, serta UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP yang memiliki pasal-pasal mengancam kebebasan dan HAM. Demikian juga dengan Kejaksaan Agung, patut dievaluasi karrena selama ini menjadi barrier bagi upaya pro justicia penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang berat.

Menteri Dalam Negeri juga perlu dievaluasi mengingat maraknya kasus intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama dab berkeyakinan di berbagai daerah. Menteri Dalam Negeri Tito Karnaviian dinilai tak maksimal melakukan pencegahan dan pengawasan kebijakan di daerah yang mendiskriminasi kelompok minoritas. Begitu juga penempatan pejabat kepala daerah seperti Gubernur, Bupati/Walikota yang diantaranya mengangkat perwira TNI aktif. Begitu pula Kementerian Agama, belum menunjukkan capaian yang efektif dalam mencegah intoleransi dan diskriminasi berbasis agama di daerah.

Gufron menyebut lembaganya mendesak Presiden Jokowi untuk mengevaluasi menteri dan kepala lembaga negara yang kinerjanya buruk, terutama dalam agenda pemajuan HAM, toleransi, dan reformasi sektor keamanan di Indonesia. Mengingat masa pemerintahan Presiden Jokowi akan berakhir, harusnya Presiden fokus mewujudkan semua janji-janji politiknya yang belum terlaksana, bukan melakukan konsolidasi kekuasaan apalagi untuk tujuan kepentingan politik elektoral.

Tags:

Berita Terkait