Respons Pemerintah Soal 23 Isu Krusial RKUHP Aliansi Nasional Reformasi KUHP
Utama

Respons Pemerintah Soal 23 Isu Krusial RKUHP Aliansi Nasional Reformasi KUHP

Menganggap draf RKUHP 2019 tak ada catatan dari publik kala itu, sehingga pemerintah menetapkan 14 isu krusial. Tapi, Tim Penyusun RKUHP pemerintah terus melakukan penyempurnaan dari rumusan norma pasal-pasal yang ada dan penjelasannya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah telah menetapkan 14 isu krusial dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Tapi bagi Aliansi Nasional Reformasi KUHP, dalam draf RKUHP lebih 14 isu krusial. Aliansi menganggap ada 23 isu krusial dalam draf RKUHP, jauh melebihi jumlah isu krusial yang disampaikan pemerintah. Lantas seperti apa tanggapan pemerintah terkait isu krusial RKUHP yang disampaikan Aliansi?

Anggota Tim Perumus RKUHP dari pemerintah, Prof Harkristuti Harkrisnowo mengatakan alasan pemerintah menentukan 14 isu krusial tidak tiba-tiba. Menurutnya, Tim Perumus RKUHP pemerintah telah melakukan studi dokumen terhadap permintaan dari berbagai isu yang dimintakan agar ditambah, diubah, maupun dicabut. “Aliansi menolak hanya 14 isu, saya paham. Tapi kenapa tidak dulu-dulu. Karena kami mendengarkan sampai akhirnya pada 14 isu,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Dia ingat betul Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyodorkan 10 isu pada 2018. Mulai pidana mati sampai pelanggaran HAM berat. Menurutnya, usulan tersebut sudah dikaji dan ditelaah. Baginya, beberapa pasal yang menjadi isu sebagaimana yang disodorkan Aliansi tidak muncul ke pemerintah. Padahal Tim Penyusun RKUHP di pemerintah cukup reaktif dan responsif.

Dia berpendapat dalam draf RKUHP versi 2015 sudah terdapat pasal-pasal yang dipertanyakan Aliansi. Namun sayangnya, kata Prof Tuti begitu biasa disapa, tidak dipertanyakan Aliansi ke pemerintah. Menurutnya, terhadap draf RKUHP versi 2019 tidak terdapat catatan publik kala itu, makanya pemerintah hanya menetapkan 14 isu krusial. Kendati begitu, Tim Penyusun RKUHP pemerintah terus melakukan penyempurnaan dari rumusan norma pasal-pasal yang ada dengan berbagai ketentuan dan penjelasannya.

“Yang diminta teman-teman harus ada pasal yang direvisi, dan sudah ada pasal yang direvisi dan dihapus. Tapi ada pasal yang susah dihapus yaitu pidana mati. Jadi, Tim Perumus RKUHP tidak ringan tugasnya, bukan hanya mendengar pendapat satu orang, tapi mendengar pendapat lainya,” ujarnya.

Baca Juga:

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) itu mengakui membuat aturan pidana di masyarakat yang heterogen bukan soal mudah. Karenanya dalam merumuskan norma perlu mencari jalan tengah agar dapat diterima semua kalangan. Dia pun menyadari banyak catatan terhadap praktik penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum. Makanya ketika RKUHP disahkan menjadi UU nantinya perlu ada satu rangkaian edukasi bagi aparat penegak hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait