Restrukturisasi Lembaga Pembentuk Regulasi
Kolom

Restrukturisasi Lembaga Pembentuk Regulasi

Untuk memperkuat check and balance dalam sistem pemerintahan presidensial.

Bacaan 2 Menit
Restrukturisasi Lembaga Pembentuk Regulasi
Hukumonline

Dalam benak saya Hukumonline baru lahir kemarin, ternyata pada tanggal 14 Juli 2020 yang lalu Hukumonline telah genap berusia 20 tahun. Selamat untuk Hukumonline dan semoga sukses sebagai media online yang menjadi acuan utama di bidang hukum. Tulisan ini dihadiahkan kepada Hukumonline dalam rangka ulang tahunnya yang ke-20, yang membahas mengenai peran penting restrukturisasi lembaga pembentuk regulasi dalam proses pembentukan regulasi yang berkualitas. Tanpa didukung oleh lembaga pembentuk regulasi yang kuat dan kompeten, maka tujuan untuk mewujudkan regulasi yang baik dan berkualitas akan sulit diwujudkan.

Pada saat melakukan kampanye untuk pemilihan Presiden tahun 2019, Joko Widodo  menyampaikan keinginannya untuk membentuk semacam Pusat Legislasi Nasional di bawah Pemerintah. Hal yang sama juga disampaikan oleh Prabowo Subianto pada saat melakukan kampanye untuk pemilihan Presiden. Dengan dua calon Presiden menyampaikan isu yang sama yaitu keinginan untuk membentuk lembaga pembentuk regulasi di bawah Pemerintah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lembaga tersebut sangat penting dan urgen untuk dibentuk. Mengapa penting dan urgen, tulisan ini mencoba untuk membedahnya.

Setelah Joko Widodo terpilih kembali menjadi Presiden, keinginan untuk membentuk lembaga pembentuk regulasi tersebut masih tetap menjadi perhatian. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada saat rapat kerja dengan Komisi II DPR pada bulan November 2019. Arahnya, lembaga tersebut akan bernama Badan Regulasi Nasional. Namun, dengan adanya pandemi Covid-19 kemungkinan Presiden agak ragu-ragu untuk tetap meneruskan niat pembentukan lembaga tersebut karena segala daya, upaya dan anggaran semuanya difokuskan untuk menangani pandemi Covid-19.

Gagasan mengenai restrukturisasi lembaga pembentuk regulasi di bawah Pemerintah, merupakan salah satu upaya dalam rangka memperkuat checks and balance dalam sistem pemerintahan presidensial. Akhir-akhir ini, berdasarkan pengalaman dan pengamatan dalam rangka pembahasan RUU di DPR posisi Pemerintah kurang balance, lebih kuat posisi DPR. Bahkan terkadang ada kesan apa maunya DPR disetujui saja oleh Pemerintah. Untuk tahap awal restrukturisasi lebih difokuskan pada lembaga pembentuk regulasi di bawah Pemerintah. Untuk tahap berikutnya perlu juga dilakukan restrukturisasi lembaga yang terkait dengan regulasi di lembaga legislatif dan yudikatif. 

Restrukturisasi lembaga pembentuk regulasi di bawah Pemerintah merupakan hal yang sangat mendesak dengan tujuan untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial di Indonesia. Kondisi lembaga pembentuk regulasi di bawah Pemerintah saat ini tersebar di berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Kelaziman yang berjalan, yang berwenang mengajukan usulan regulasi adalah kementerian/lembaga yang tugas dan fungsinya (portofolionya) menangani substansi yang diatur. Namun, ada perkembangan baru saat ini yang menyimpang dari kelaziman, yaitu pengajuan usulan RUU Cipta Kerja dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang bukan merupakan portofolionya. Kondisi semacam ini dapat mengakibatkan proses yang bertele-tele dan lahirnya regulasi yang saling tumpang tindih, disharmoni, menimbulkan konlfik serta sangat ego sektoral dan ego kedaerahan. Hal ini tentu mengganggu tujuan pembangunan secara umum dan tujuan pembangunan hukum secara khusus.  

Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam pembentukan regulasi akan berakibat pada semakin banyak jumlah regulasi sehingga semakin besar potensi terciptanya hyper regulasi yang mengarah pada kualitasnya tidak baik, tidak harmonis. Lembaga yang terlibat dalam pembentukan regulasi secara keseluruhan bisa dikelompokkan ke dalam 3 lembaga, yaitu lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif. Lembaga pembentuk regulasi terbanyak saat ini terletak pada cabang kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, tulisan ini secara khusus mengulas lembaga pembentuk regulasi di bawah eksekutif/Pemerintah.

Pada masa Kabinet Jilid I, Presiden Joko Widodo memberi arahan untuk melakukan: 1) evaluasi atau reviu atas berbagai regulasi agar sejalan dengan jiwa Pancasila, amanat konstitusi, dan kepentingan nasional; 2) melakukan evaluasi aturan yang tidak sinkron antara yang satu dengan yang lain dan cenderung membuat urusan berbelit-belit, menimbulkan multitafsir, dan melemahkan daya saing dalam kompetisi global; serta 3) melakukan penataan database regulasi dan memanfaatkan sistem teknologi informasi yang telah berkembang saat ini untuk mengembangkan layanan elektronik regulasi (e-regulasi).

Berhasil atau tidaknya reformasi regulasi sangat ditentukan oleh peran kelembagaan pembentuk regulasi. Berdasarkan pada banyaknya pembentuk regulasi yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga, termasuk kementerian koordinator dan pemerintah daerah, maka perlu dilakukan restrukturisasi kelembagaan pembentuk regulasi. Di beberapa negara yang sudah menjalankan reformasi regulasi, salah satu faktor kunci keberhasilan reformasi regulasi adalah adanya kelembagaan yang tepat dan berwibawa. Bahkan di beberapa negara, lembaga pembentuk regulasi merupakan otoritas tunggal. Restrukturisasi kelembagaan ini harus dilakukan secara serius dan menyeluruh oleh pemimpin negara yang tertinggi. Dari hasil studi yang dilakukan terhadap beberapa negara yang berhasil melakukan reformasi regulasi menunjukkan bahwa ada peran dan korelasi antara kemauan politik yang kuat dan kepemimpinan yang baik terhadap keberhasilan reformasi regulasi.

Dalam menjalankan roda pemerintahan Presiden mempunyai visi. Dalam negara kesatuan, semua program pada kementerian, lembaga non kementerian dan daerah adalah untuk mendukung Visi Presiden. Visi Presiden inilah yang menjadi dasar dan pijakan dalam menjalankan roda pemerintahan. Semua kementerian, lembaga non kementerian, termasuk juga daerah harus taat dan mendasarkan pada Visi Presiden dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Jika Visi Presiden dilaksanakan secara konsisten oleh semua lembaga, seharusnya tidak perlu lagi ada konflik kepentingan, ego sektoral, ego kementerian, ego lembaga non kementerian, dan ego kedaerahan.

Proses pembentukan regulasi yang sekarang berjalan cukup panjang, berliku dan berbelit. Dalam praktik, ada permintaan paraf yang diajukan oleh Kementerian Sekretariat Negara kepada kementerian terkait sebelum rancangan regulasi tersebut ditandatangani atau ditetapkan oleh Presiden. Terkadang kementerian pemrakarsa sampai memohon-mohon dan bersikap baik-baiklah kepada kementerian yang dimintai paraf tersebut. Bahkan juga ada proses harus melalui kementerian koordinator apabila pada tahap antarkementerian/lembaga ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, maka diselesaikan oleh kementerian koordinator. Proses semacam ini sudah barang tentu menambah panjang, terkadang penyelesaiannya justru dikembalikan pada kementerian/lembaga yang bersangkutan karena di kementerian koordinator tidak ada struktural yang secara khusus tugasnya terkait dengan regulasi dan ditambah lagi tidak ada SDM yang kompeten.

Kriteria pembentukan lembaga baru untuk  mengatasi lembaga pembentuk regulasi yang begitu banyak jumlahnya dan sudah sangat tidak ideal di cabang kekuasaan eksekutif adalah: a) lembaga tersebut merupakan lembaga tunggal yang mempunyai kwenangan penuh; b) bertanggung jawab langsung dan sehari-hari dekat dengan Presiden selaku Kepala Pemerintahan; c) melaksanakan tugasnya secara lintas sektoral; d) dapat melaksanakan fungsi memutus dan berkoordinasi dengan baik; e) dipercaya karena kredibilitas, kewibawaan, dan netralitasnya; f) struktur organisasi, kompetensi dan jumlah SDM serta dukungan IT yang memadai.

Berdasarkan pada kriteria di atas, kelembagaan pembentuk regulasi di cabang kekuasaan eksekutif adalah kelembagaan setingkat kementerian. Kementerian ini merupakan satu-satunya lembaga pembentuk regulasi di bawah Presiden. Mengenai nomenklaturnya bisa Kementerian Regulasi  atau Kementerian Perundang-undangan. Tugas dan fungsi kementerian ini fokus mengenai masalah pembentukan regulasi di bawah eksekutif, tidak dicampur dengan tugas dan fungsi lain. Seyogyanya para pejabat di kementerian ini tidak diisi orang-orang dari partai politik atau berafiliasi dengan partai politik, tetapi diisi oleh  SDM profesional yang betul-betul berpengalaman dan memahami regulasi, baik dari sisi teoritis maupun sisi praktis  dan disiplin lain yang mendukung regulasi.

Mengenai kementerian, saat ini diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang membatasi jumlah kementerian secara keseluruhan tidak boleh lebih dari 34. Jika dasarnya adalah kementerian yang ada sekarang ini, maka jumlah kementerian harus dikurangi. Perubahanan kementerian dapat dilakukan oleh Presiden dengan mempertimbangkan: a) efisiensi dan efektivitas; b) perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi; c) cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; d) kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; e) peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah; f) kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau g) kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang. 

Kementerian Perudang-undangan atau Kementerian Regulasi menjadi satu-satunya lembaga pembentuk regulasi di cabang kekuasaan eksekutif. Fungsi pembentukan regulasi pada kementerian/lembaga yang sekarang ada ditiadakan, namun tetap masih dapat menjadi pengusul rancangan regulasi yang diajukan ke Kementerian Perundang-undangan atau Kementerian Regulasi. Dengan posisi Kementerian Perundang-undangan atau Kementerian Regulasi yang kuat dan berwibawa apa yang diputuskan oleh kementerian tersebut tidak lagi bersifat sektoral, politis, kompromistis tetapi sesuai dengan visi-misi Presiden dan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Presiden tinggal menandatangani/mengesahkan/menetapkan rancangan regulasi yang sudah berada di atas mejanya, kecuali apabila ada hal-hal yang masih perlu diklarifikasi. Dengan demikian, proses pembentukan regulasi hanya melalui satu pintu, tidak lagi melalui banyak pintu seperti yang terjadi sekarang ini.

Lembaga yang selama ini menangani regulasi yaitu Badan Pembinaan Hukum Nasional, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Deputi Hukum dan Perundang-undangan Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet diintegrasikan ke dalam Kementerian Regulasi atau Kementerian Perundang-undangan sekaligus dengan SDM-nya. Sekretariat Kabinet dan Kantor Staf Presiden diintegrasikan ke dalam Kementerian Sekretariat Negara dan tidak lagi menangani regulasi. Untuk selanjutnya, juga perlu dipikirkan bagaimana proses pembentukan produk hukum di daerah. Saat ini di Kementerian Dalam Negeri juga ada unit yang menangani produk hukum daerah. Ada baiknya, unit ini juga diintegrasikan ke Kementerian Regulasi atau Kementerian Perundang-undangan.

Restrukturisasi kelembagaan pembentuk regulasi di bawah Pemerintah akan sangat besar kontribusinya dalam reformasi regulasi. Restrukturisasi kelembagaan pembentuk regulasi dan reformasi regulasi sebaiknya dilakukan dengan pendekatan pemerintahan secara menyeluruh serta akan berhasil apabila didukung oleh kemauan politik  pimpinan tertinggi negara, dalam hal ini Presiden dengan dibantu oleh lembaga yang mempunyai otoritas tunggal, kuat dan berwibawa. Apabila kelembagaan pembentuk regulasi yang saat ini ada dilakukan restrukturisasi seperti diuraikan di atas, mudah-mudahan akan terwujud check and balance untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial di sisi pemerintah/eksekutif.

*)Wicipto Setiadi, Dosen Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta, Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM (2010-2014), Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (2014-2015), Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (2015-2017).

Catatan Redaksi:

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan bagian dari Kolom 20 Tokoh menyambut Ulang Tahun Hukumonline yang ke-20.

Tags:

Berita Terkait