‘Rombak’ RUU Prolegnas 2020 Dinilai Ciderai Fungsi Legislasi
Utama

‘Rombak’ RUU Prolegnas 2020 Dinilai Ciderai Fungsi Legislasi

PSHK meminta DPR dan Pemerintah membuka kepada publik pertimbangan setiap RUU yang dikurangi dan ditambahkan sebagai RUU prioritas 2020 berdasarkan Rapat Kerja Badan Legislasi DPR bersama Pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

DPR dan pemerintah serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kembali merevisi daftar Program Legislasi Nasional Prioritas 2020. Ada penambahan 3 RUU baru; penggantian 2 RUU; dan 16 RUU dikeluarkan dari daftar Prolegnas Prioritas 2020 yang sebelumnya berjumlah 50 RUU. Praktik mengevaluasi yang ujungnya mengeluarkan sejumlah RUU di tengah tahun berjalan menciderai komitmen politik DPR kepada masyarakat dalam pelaksanaan fungsi legislasi.

“Praktik penghapusan RUU di tengah tahun berjalan mencederai komitmen politik DPR kepada publik dalam pelaksanaan fungsi legislasi,” ujar Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK, Fajri Nursyamsi di Jakarta, Jumat (3/7/2020). (Baca Juga: Pembentuk UU ‘Rombak’ Daftar Prolegnas 2020 Menuai Kritik)

Fajri menilai pengurangan 16 RUU, penambahan 3 RUU, dan penggantian 2 RUU dari daftar Prolegnas Prioritas 2020 oleh DPR dan pemerintah menunjukan adanya persoalan dalam perencanaan legislasi. Hal itu terlihat jelas tidak realistisnya jumlah RUU yang menjadi prioritas setiap tahunnya. Demikian pula standar ganda penentuan RUU prioritas, dan proses yang tidak transparan dan partisipatif.

Dia menilai praktik minim komitmen itu bila dilakukan terus-menerus berpotensi mendegradasi fungsi Prolegnas sebagai instrumen perencanaan legislasi. Penetapan 50 RUU dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 pun bukan tanpa masalah. Berdasarkan kajian PSHK tahun 2019 terkait masalah pengelolaan regulasi, 50 RUU merupakan jumlah rata-rata RUU prioritas dalam 5 tahun terakhir. Namun targetnya tidak pernah tercapai. Sebab DPR dan pemerintah hanya mampu menuntaskan 20 RUU.

“Bahkan keseluruhan RUU itu tidak semua berasal dari Prolegnas di awal tahun, karena ada RUU lain seperti ratifikasi perjanjian internasional,” kata dia.

Dia mensinyalir capaian RUU pada Prolegnas 2020 berpotensi jauh lebih sedikit secara kuantitas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya bakal dibahas di tengah pandemi Covid-19 yang bakal membatasi proses pembahasan. “Jangan dilupakan juga RUU Cipta Kerja yang terdiri dari banyak pasal serta akan menjadi super prioritas akan menyedot perhatian dan tenaga fraksi-fraksi di DPR dalam pembahasannya,” kata dia mengingatkan.

Peneliti PSHK lain, Agil Oktaryal menilai praktik tambah kurang RUU dalam Prolegnas Prioritas 2020 menunjukkan tidak ada standar yang jelas dalam proses evaluasi. Semestinya, evaluasi diarahkan pada strategi pencapaian atau penyelesaian RUU sesuai arah perencanaan pembangunan serta memiliki keterkaitan upaya penanganan Covid-19 di tengah kondisi darurat kesehatan masyarakat.

Agil berpendapat tidak jelasnya standar proses evaluasi legislasi hanya akan mengundang kecurigaan terhadap pemilihan RUU-RUU yang masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2020. Seperti pertanyaan tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang dikeluarkan dari daftar prioritas tahun 2020. Begitupula RUU Haluan Ideologi Pancasila yang juga mengundang pro dan kontra di masyarakat, namun malah tidak termasuk RUU yang dikeluarkan dari daftar prolegnas.

“Contoh lain terkait sulitnya pembahasan RUU Cipta Kerja yang memiliki ruang lingkup amat luas dengan materi yang sangat banyak dan kompleks, tetap lanjut dibahas, bahkan pada saat berlangsungnya masa reses sekalipun,” ujarnya.

Menurutnya, masuknya sejumlah RUU dalam prioritas tahunan dan prolegnas lima tahunan bukan semata yang bersifat internal DPR dan pemerintah. Namun sebagai komitmen politik DPR dan pemerintah kepada masyarakat sebagai pemegang kepentingan atas RUU yang sudah diprioritaskan. Penarikan atau bahkan tidak selesainya RUU yang sudah direncanakan sama saja mempermainkan komitmen kepada masyarakat.

“Untuk itu, PSHK meminta DPR dan Pemerintah membuka kepada publik pertimbangan setiap RUU yang dikurangi dan ditambahkan sebagai RUU prioritas 2020 berdasarkan Rapat Kerja Badan Legislasi DPR bersama Pemerintah.”

Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius mempertanyakan alasan DPR dan pemerintah mengatasnamakan evaluasi yang ujungnya malah mengeluarkan sejumlah RUU dan memasukan RUU lain di tengah tahun berjalan. “Ini lucu, apakah mereka mengaku nggak kelar di tengah tahun berjalan?”

Menurutnya, DPR terkesan menyerah tanpa perlawanan. Bahkan tak mampu melawan keadaan dalam pelaksanaan fungsi legislasi. Dia menilai DPR tak memiliki manajemen perencanaan dan target prioritas legislasi yang terukur dan komprehensif. Padahal, penyelesaian RUU daftar prolegnas tahunan jauh dari target setiap tahunannya. Tapi, saat penyusunan RUU prolegnas tahunan seringkali dalam jumlah banyak.

“Ibaratnya nafsu besar, tenaga tak ada. Maunya target besar, penyelesaian RUU nggak pernah mencapai target,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan kesepakatan mengeluarkan 16 RUU dari daftar Prolegnas setelah melalui serangkatan rapat dengan komisi. Setelah itu dilanjutkan dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hasilnya disepakati mengeluarkan 16 RUU dalam Prolegnas 2020. Dia memahami kendala yang dihadapi masing-masing komisi di DPR, sehingga mengeluarkan 16 RUU itu dalam Prolegnas 2020.

“Menyetujui untuk menyepakati pengurangan 16 RUU. RUU yang dikeluarkan itu bakal dimasukkan dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021,” ujar Supratman Andi Agtas dalam rapat kerja dengan pemerintah dan DPD di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (2/7/2020) kemarin. (Baca Juga: Kinerja Legislasi Lemah, Efektifkah Penyelesaian RUU Prolegnas?

Dalam raker ini selain mengeluarkan belasan RUU itu, juga memasukan penambahan RUU dalam Prolegnas Prioritas 2020. Seperti RUU tentang Jabatan Hakim (usulan DPR dan pemerintah); revisi UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (usulan DPR dan pemerintah); revisi UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (usulan pemerintah).

Selain itu, mengganti beberapa RUU dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020. Seperti RUU Penyadapan dengan RUU Perubahan kedua atas UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pemerintah pun mengusulkan pergantian RUU tentang Keamanan Laut dengan RUU tentang Perubahan atas UU No.1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.

Tags:

Berita Terkait