RPP Penyelesaian Sengketa Investasi Dikritik
Utama

RPP Penyelesaian Sengketa Investasi Dikritik

PP seharusnya tidak mengatur hukum acara yang sudah diatur arbitrase internasional.

FITRI N. HERIANI/MYS
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi investasi asing menghadapi arbitrase internasional. Ilustrasi: HEL
Ilustrasi investasi asing menghadapi arbitrase internasional. Ilustrasi: HEL
Pemerintah diketahui sedang menyusun sebuah aturan tentang penyelesaian sengketa investasi. Menteri Perekonomian Darmin Nasution mengatakan jenis peraturan yang dipakai untuk memuat mekanisme penyelesaian sengketa investasi itu adalah Peraturan Pemerintah (PP). Hingga kini Rancangan PP masih terus digodok lintas kementerian.

Sebelum RPP tentang Penyelesaian Sengketa di Bidang Penanaman Modal Antara Pemerintah dan Penanam Modal itu rampung, Pemerintah sebaiknya memperhatikan masukan dari banyak pihak. Jika tidak, sangat mungkin substansi PP merugikan Pemerintah Indonesia di kemudian hari ketika berhadapan dengan investor (penanam modal) di forum arbitrase.

Dosen hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hadi Purnama mengingatkan sesuai konstruksi UU No. 25 Tahun 2007  tentang Penanaman Modal, maka penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional harus dengan persetujuan Pemerintah negara tempat investasi itu berada. Pemerintah lazimnya sudah menegaskan itu dalam perjanjian penanaman modal. Jika RPP mengatur mekanisme yang berbeda dari atau bertentangan dengan UU Penanaman Modal, masalah bisa muncul. “Menurut saya agak aneh,” kata Hadi melalui sambungan telepon kepada hukumonline.

Hadi juga mengkritik pengaturan mekanisme penyelesaian sengketa investasi diatur dalam PP. Pertama, seharusnya substansi penyelesaian sengketa diatur dengan Undang-Undang. Indonesia sudah punya UU No. 5 Tahun 1968  tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal, dan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Kedua, yang seharusnya diatur dalam RPP adalah koordinasi lintas instansi Pemerintah ketika ada sengketa investasi, baik melalui arbitrase internasional maupun pengadilan nasional. Fokus RPP, tegas Hadi, seharusnya pada bagaimana koordinasi antarinstansi Pemerintah dilakukan.

RPP Penyelesaian Sengketa Investasi dibahas dapat rapat koordinasi di Kementerian Perekonomian, Senin (20/6). Seorang sumber hukumonline yang mengetahui rapat itu mengatakan belum semua instansi Pemerintah sepakat dengan arah RPP. Kementerian Luar Negeri termasuk yang menyampaikan banyak pandangan dalam rapat, termasuk resiko yang mungkin muncul, karena secara teknis Kemenlu relatif lebih mengetahui masalah perjanjian internasional. Salah satu ‘jebakan’ yang paling dikhawatirkan adalah peluang investor asing langsung membawa Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional tanpa ada kesepakatan lebih dahulu.

Substansi RPP yang tengah disiapkan dinilai tidak konsisten. Normatifnya, menyelesaian sengketa investasi ke arbitrase harus atas persetujuan atau kesepakatan kedua belah pihak, termasuk pihak Pemerintah Indonesia. Kaedah ini diatur jelas dalam Pasal 32 ayat (4) UU Penanaman Modal, yang merumuskan: ‘Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.

Masalahnya, substansi RPP (hingga pembahasan 20 Juni) terkesan memberi hak kepada investor, tanpa kesepakatan, melayangkan gugatan terhadap Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional. Jika ‘jebakan’ itu tak diantisipasi, Indonesia berpotensi menanggung beban kompensasi yang tidak sedikit jika permintaan investor dikabulkan badan arbitrase yang mengadili dan memutus.

Karena itu, Pemerintah seharusnya berhati-hati menyusun RPP  dengan memperhatikan aspek teknis hukum yang sangat kompleks. Jangan hanya karena ingin menggelar ‘karpet merah’ kepada investor, Pemerintah lupa pada beberapa segi hukum yang mungkin terkait, khususnya dalam penyelesaian sengketa investasi. Indonesia sudah punya beberapa pengalaman menangani sengketa melalui arbitrase internasional. Setidaknya, uang negara yang dikeluarkan untuk mengurus sengketa di arbitrase internasional tidaklah sedikit. Apalagi kalau ditambah kompensasi yang harus dibayarkan.

Arbitrase sebenarnya bukan satu-satunya jalan menyelesaikan sengketa investasi. Pengadilan juga bisa digunakan, sesuai amanat Pasal 32 ayat (2) UU Penanaman Modal. Persoalannya adalah orang asing cenderung kurang percaya pada pengadilan Indonesia. Mereka lebih menghendaki penyelesaian lewat arbitrase internasional ketimbang pengadilan Indonesia. Sikap investor juga dipengaruhi ketidakjelasan lembaga mana yang bertanggung jawab mengurus jika ada benih-benih sengketa. Nah, RPP seharusnya mengatur prosedur penanganan internal jika ada komplain dari investor. “Untuk lebih memberi kepastian hukum,” kata sumber yang mengetahui pembahasan RPP.
Tags:

Berita Terkait