RUU Cipta Kerja Tiga Sektor Ini Potensial Langgar HAM
Berita

RUU Cipta Kerja Tiga Sektor Ini Potensial Langgar HAM

Selain melanggar hak masyarakat mendapatkan informasi dan partisipasi dalam penyusunan draf, substansi RUU Cipta Kerja sektor ketenagakerjaan, lingkungan, dan media juga dinilai potensi melanggar HAM dan konvensi internasional.

Oleh:
rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES

Substansi draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja terus menjadi sorotan publik. RUU yang disusun menggunakan metode omnibus law itu dinilai berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM), khususnya hak informasi dalam penyusunan pasal-pasal sektor ketenagakerjaan, lingkungan, dan media.

 

“RUU Cipta Kerja sebagai ‘RUU Sapu Jagat’ yang disusun pemerintah berpotensi menggerus hak-hak asasi manusia di sektor buruh, lingkungan dan media,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid di Jakarta, Rabu (5/3/2020).

 

Usman mengatakan pemerintah mengklaim penyusunan draf RUU Cipta Kerja telah melibatkan belasan serikat buruh sebagai Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik substansi bidang ketenagakerjaan. Namun, nyatanya organisasi-organisasi tersebut, termasuk organisasi jurnalis dan media, tidak dilibatkan.

 

Dia menilai proses penyusunan draf RUU tanpa adanya keterbukaan ke publik justru menggerus hak publik terhadap informasi. Baginya, meniadakan partisipasi masyarakat justru berdampak langsung terhadap kalangan buruh, pegiat lingkungan, dan media. Menurutnya, penyusunan draf RUU Cipta Kerja ini hanya mengedepankan aspirasi petinggi negara dan pengusaha.

 

“Tidak heran banyak penolakan yang keras dari masyarakat sipil,” bebernya. Baca Juga: Akademisi Ini Kritik Cara Penyusunan RUU Cipta Kerja

 

RUU usul inisiatif pemerintah ini, kata dia, salah satunya memuat 79 UU dengan 1.203 pasal yang terdampak. Diantaranya, UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH); dan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. “Nyatanya, tak melibatkan banyak pihak (terdampak, red) dalam perumusannya,” kata dia.  

 

Menurutnya, ketiadaan partisipasi publik dan keterbukaan informasi terhadap RUU Cipta Kerja menunjukan betapa inkonsistensi pemerintah dalam menjamin proses legislasi sesuai hukum internasional. Hukum positif pun menjamin hak publik untuk turut serta dalam urusan pemerintahan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait