RUU Cipta Kerja Tiga Sektor Ini Potensial Langgar HAM
Berita

RUU Cipta Kerja Tiga Sektor Ini Potensial Langgar HAM

Selain melanggar hak masyarakat mendapatkan informasi dan partisipasi dalam penyusunan draf, substansi RUU Cipta Kerja sektor ketenagakerjaan, lingkungan, dan media juga dinilai potensi melanggar HAM dan konvensi internasional.

Oleh:
rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik menyebutkan, “Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat, hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.”

 

Pasal 25 mewajibkan negara membuka partisipasi publik, menjamin hak masing-masing warga negara ikut serta dalam pengambilan keputusan atas suatu aturan, langsung maupun melalui wakil yang dipilih. Hukum pun mengatur masukan masyarakat terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

 

Dalam mekanisme pembuatan dan pembahasan RUU di DPR, dikenal dengan rapat umum dengar pendapat umum (RDPU). Kemudian, adanya kunjungan kerja, sosialisasi, dan/atau seminar, lokakarya, dan diskusi. Mekanisme tersebut dibuat agar dapat memastikan jaminan partisipasi masyarakat.

 

“Publik juga berhak untuk terlibat dalam proses legislasi sejak awal. Kecacatan dalam proses formil penyusunan UU dapat dijadikan dasar untuk mengajukan peninjauan kembali (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi begitu UU tersebut diberlakukan,” katanya.

 

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai substansi RUU Cipta Kerja “menabrak” banyak UU. Selain UU Ketenagakerjaan, UU PPLH, UU Pers, juga menabrak UU sektor kelautan, perikanan, tata ruang bangunan gedung, pangan, kehutanan, hingga kearifan lokal.

 

ICJR yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil tolak RUU Cipta Kerja menganggap RUU Cipta sektor ketenagakerjaan memunculkan perbudakan baru. Pasalnya, kelas pekerja rentan dieksploitasi secara masif. Dan, berpotensi besar kehilangan jaminan hak serta perlindungan dalam pekerjaannya.

 

Di bidang lingkungan hidup, penghapusan pasal pengakuan kearifan lokal untuk melakukan pembakaran lahan seluas 2 hektar dihapus. Hal itu berpotensi menjerat masyarakat adat dan peladang tradisional. Sebaliknya, korporasi bakal sulit dijerat pidana dengan dalih penegakan hukum pidana bersifat ultimum remedium (harus didahului dengan sanksi administratif terlebih dulu, red).

Tags:

Berita Terkait