Salah Kaprah Istilah "Penyintas" bagi Pelaku Korupsi
Terbaru

Salah Kaprah Istilah "Penyintas" bagi Pelaku Korupsi

Ada pihak-pihak yang ingin menggunakan istilah lebih kasar bagi pelaku korupsi seperti “maling”, "rampok", “pencuri” atau “garong uang rakyat”. Pandangan ini terjadi karena menggunakan paradigma retributif, sehingga pelaku korupsi harus menderita meski telah melewati masa hukumannya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

“Mungkin pihak-pihak lain di luar KPK melihat dari lensa lain sehingga koruptor itu harus menderita kalau perlu seumur hidup, pahamnya retributif, balas dendam. Hukuman 4 tahun, 10 tahun di lapas tidak cukup sehingga terpidana ini saat keluar dari tembok lapas, bebas selesai jalani hukumannya, proses penghukuman itu tidak berhenti. Kalau perlu menggunakan istilah eks narapidana koruptor sehingga stigma itu harus melekat seumur hidup. Itu pandangan retributif tadi sehingga menentang penggunaan istilah penyintas itu,” jelas Eva.

Menurut Eva, implikasi penggunaan istilah penyintas ini dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap KPK. Menurutnya, KPK akan dianggap cenderung melemah dalam penegakan tindak pidana korupsi.

Seperti dilansir Antara, salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan KPK sejak berdiri adalah melakukan penyuluhan kepada para narapidana perkara korupsi dalam program Penyuluhan Antikorupsi. Penyuluhan itu dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung terhadap 25 orang narapidana yang sedang menjalani program asimilasi atau sebentar lagi akan menghirup udara bebas.

Masyarakat siapa pun, termasuk di lapas, yang kebetulan punya pengalaman atau dapat disebut penyintas korupsi sehingga diharapkan dengan pengalaman yang mereka miliki bisa di-sharing kepada mereka yang diharapkan tidak jadi punya niat korupsi.

Plt. Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardana di Lapas Sukamiskin, Bandung, Rabu (31/3) lalu, mengatakan dalam program tersebut, KPK menggunakan pendekatan ilmu psikologi untuk memetakan narapidana asimilasi, antara lain dengan menggunakan metode komunikasi dua arah, mengenali kepribadian, analisis gesture, vibrasi suara, goresan tulisan, dan lain-lain. Pemetaan ini diharapkan akan menghasilkan data narapidana yang siap untuk dilibatkan dalam program antikorupsi.

Tags:

Berita Terkait