Saran-Kritik terhadap RPP Penggunaan TKA
Kolom

Saran-Kritik terhadap RPP Penggunaan TKA

​​​​​​​Perlu dilakukan restrukturisasi kembali ketentuan mengenai TKA dalam RPP Penggunaan TKA.

Bacaan 7 Menit

Jika hanya karena -sekadar- namanya “tenaga kerja asing” sehingga anggota Direksi/anggota Dewan Komisaris diatur dengan syarat-syarat TKA pada umumnya (yaitu TKA dalam hubungan kerja), lantas bagaimana juga dengan TKA (yang diangkat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisari) yang tercantum namanya dalam “akta“ akan tetapi tidak bertempat tinggal di Indonesia. Apakah tetap harus memiliki -syarat- Vitas Kerja dan/atau ITAS, izin domisili, pelaporan TKA dan lain sebagainya.

Hukum yang dibuat seharusnya tidak boleh abu-abu (gray area), tidak boleh ada celah yang dapat “dimanfaatkan” oleh oknum tertentu untuk saling menyalahkan. Akan tetapi hukum harus jelas dan tegas (sesuai asas kepastian hukum pada Civil Law System), sehingga apabila terjadi permasalahan dan dihadapkan di muka hakim (Hakim Perdata pada Pengadilan Negeri), maka hakim akan dengan mudah memahami maksud undang-undang dan tegas mengambil keputusan dengan aturan yang pasti.

Persoalan berikutnya adalah, ketentuan dalam RPP Penggunaan TKA, Pasal 31 ayat (3) mengenai pengecualian menunjuk Tenaga Kerja Pendamping TKA (TKP-TKA) dan pengecualian pelaksanaan diklat bagi TKP-TKA dimaksud serta pengecualian kewajiban menfasilitasi pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia kepada TKA. Artinya, TKA yang dimaksud pasal tersebut, selain (anggota) Direksi dan (anggota Dewan) Komisaris, adalah Kepala Kantor Perwakilan; Pembina dan Pengurus serta Pengawas Yayasan; dan TKA yang dipekerjakan untuk pekerjaan yang bersifat sementara. Apakah semua itu juga TKA dalam hubungan kerja?

Dalam Pasal 3 huruf b RPP Penggunaan TKA, disebutkan entity- dari Representative Office – RO sebagai Kantor Perwakilan Dagang Asing, Kantor Perwakilan Perusahan Asing, dan Kantor Perwakilan Berita Asing. Bentuk Kantor Perwakilan Dagang Asing. -seperti-: NBSO – Belanda; atau USTR – Amerika Serikat; ataukah EKONID (Deutsch Indonesische Industrie und Handelskammer) – Jerman. Demikian juga, berdasarkan Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing juncto Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 22/SK/2001 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, bahwa Kantor Perwakilan (sebagai entity) dikepalai oleh seorang Kepala Kantor (Chief of RO) yang lazimnya adalah TKA yang ditunjuk melalui Letter of Appointment (LO).

Artinya, hubungan hukum seorang TKA yang menjabat sebagai Chief of RO bukanlah berdasarkan perjanjian kerja, melainkan berdasarkan surat penunjukan (LO) yang -lazimnya- sudah disertai dengan syarat-syarat, hak-hak dan kewajiban para pihak.

Demikian halnya dengan Kepala Kantor Perwakilan Perusahaan Asing yang merupakan representasi dari perusahaan yang menunjuknya, diatur tersendiri sesuai bidangnya, seperti dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum R.I. Nomor 5/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing, dalam Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 1 angka 3 untuk bidang konstruksi; dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M.DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing, Pasal 11 ayat (1) jo Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 untuk bidang perdagangan, semuanya penunjukan dengan LO.

Yang lebih jelas, berdasarkan Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman Dan Tata Cara Perizinan Dan Non Perizinan Penanaman Modal Pasal 22 ayat (7) huruf a. dan b. pada Lampiran Persyaratan Perizinan Dan Non Perizinan angka 14, bahwa semua hubungan hukumnya antara entity (Kantor Perwakilan) dengan TKA yang ditunjuk (Chief of RO) didasarkan pada Letter of Appointment, bukanlah atas dasar perjanjian kerja, dalam arti tidak ada hubungan kerja, dan dengan demikian tidak berlaku syarat-syarat kerja dalam UU Ketenagakerjaan.

Tags:

Berita Terkait