Sektor Perizinan Masih Menjadi Lahan Empuk Korupsi Pejabat Daerah
Utama

Sektor Perizinan Masih Menjadi Lahan Empuk Korupsi Pejabat Daerah

Pemerintah diminta memperbaiki sistem perizinan di daerah. Selain itu, otoritas bursa diharapkan memiliki mekanisme pengaduan untuk perusahaan yang sahamnya tercatat dibursa jika mengalami hambatan perizinan oleh pejabat di daerah.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit

 

Melihat fenomena korupsi di sektor perizinan, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pemerintah memperbaiki sistem perizinan daerah. Sebab, sistem perizinan di daerah masih menjadi lahan empuk bagi pejabat dalam melakukan korupsi, sehingga mempersulit pelaku usaha melakukan ekspansi maupun pengembangan bisnis.

 

(Baca Juga: PPATK Jamin Perpres Beneficial Ownership Tak Ganggu Iklim Kemudahan Berusaha)

 

Menurut Firdaus, saat ini perizinan sudah dipangkas namun tidak transparan, sehingga menjadi celah pejabat daerah melakukan korupsi. "Perizinan dibuat lama dengan harapan nanti ada fee dan tip dan segala macam. Jadi sekarang pilihannya mengikuti cara yang berputar-putar atau bertele-tele dan lama, atau mengikuti pola permainan mereka (pejabat daerah)," katanya.

 

Lebih lanjut, Firdaus menyatakan, dalam melakukan "aksinya", pejabat daerah kerap tidak pandang bulu. Tak hanya perusahaan swasta, melainkan juga Badan Usaha Milik Negara. Ia menilai, tidak ada gunanya perizinan yang tadinya ratusan dipangkas menjadi tinggal sedikit, tetapi prosesnya tertutup. Justru, ketertutupan tersebut menciptakan lahan korupsi baru.

 

Jika proses perizinan yang seperti ini terus dibiarkan, Firdaus khawatir akan semakin banyak pejabat daerah nakal yang akan menjadi tersangka kasus korupsi. ICW sendiri mencatat 30 orang kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi pada 2017 lalu. Mayoritas merupakan bupati dan wakil bupati, yang jumlahnya mencapai 24 orang, sedangkan sisanya lima walikota/wakil wali kota, dan satu orang Gubernur.

 

(Baca Juga: Plt Dirjen AHU Cahyo R Muzhar: Mendongkrak Investasi Asing dengan Reformasi Tugas dan Fungsi AHU)

 

Selain memperbaiki sistem perizinan di daerah, ia juga berharap otoritas bursa memiliki mekanisme pengaduan untuk perusahaan yang sahamnya tercatat dibursa. Sebab, saat ini belum ada mekanisme bagi emiten bursa bila perizinannya dihambat oleh pejabat di daerah.

 

"Kalau anggota bursa perizinannya dihambat, harus mengadu kemana. Nah ini harus ada mekanisme peniup pluit (whistle blower) atau mekanisme aduan, sehingga proses bisnisnya tetap berjalan. Pengawasan dan pelaporan ini juga harus diberikan kepastian dan kekuatan hukum," ujar Firdaus.

Tags:

Berita Terkait