Sembilan Hakim MK Diharap Tetap Profesional
Berita

Sembilan Hakim MK Diharap Tetap Profesional

Persoalan konstitusi bukan menang dan kalah, tetapi MK melakukan korektif.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Dari kiri ke kanan. Farouk Muhammad (anggota DPD dari NTB), Hermawanto (Direktur Institut Inisiatif), Chusnul Ma'riyah (mantan komisioner KPU, Agun Gunandjar Sudarsa (Ketua Komisi II). Foto: RFQ
Dari kiri ke kanan. Farouk Muhammad (anggota DPD dari NTB), Hermawanto (Direktur Institut Inisiatif), Chusnul Ma'riyah (mantan komisioner KPU, Agun Gunandjar Sudarsa (Ketua Komisi II). Foto: RFQ

Sengketa hasil suara Pemilihan Presiden tengah disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Jutaan pasang mata mengarah ke persidangan yang dipimpin oleh Ketua Hakim MK, Hamdan Zoelva. Penanganan kasus tersebut diharapkan menjadi momentum MK dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat yang belakangan runtuh akibat ulah mantan Ketua MK sebelumnya Akil Mochtar.

Demikian disampaikan Ketua Komisi II Agun Gunandjar Sudarsa dalam sebuah diskusi di Gedung DPD, Rabu (13/8). “Ini harus dijadikan sebuah kesempatan untuk mengembalikan marwah jati diri sebagai lembaga yang teruji, terpercaya dan memberikan optimis dalam penegakan hukum,” ujarnya.

Menurutnya, kepercayaan terhadap lembaga itu menurun. Tidak saja terhadap MK, DPR dan lembaga penegak hukum lainnya pun demikian. Dikatakan Agun, harapan masyarakat terhadap sembilan hakim MK yang menyidangkan sengketa hasil suara Pilpres agar dapat independen dan profesional.

Politisi Partai Golkar itu berpendapat, dalam penanganan sengketa hasil suara Pilkada, Pileg maupun Pilpres, MK lebih mengedepankan pada locus delicti semata. Padahal, dalam memutus sebuah perkara politik tidak berdiri sendiri tapi ada proses panjang hingga terjadinya dugaan pelanggaran. Menurut Agun, putusan MK sering tidak sinkron dalam menangani sengketa suara Pilkada maupun Pileg.

Misalnya, secara faktual adanya penyelenggara pemilu di KPUD tertentu yang divonis bersalah oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Dengan kata lain, hasil putusan KPUD dinilai bermasalah lantaran adanya permasalahan dalam penyelenggaraan Pilkada yang berujung gugatan sengketa hasil suara ke MK. Namun oleh MK, kata Agun, gugatan penggugat acapkali tidak dikabulkan. “Itu banyak,” ujarnya.

Anggota DPD dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Prof Farouk Muhammad, menambahkan MK dalam penanganan kasus Pilkada seringkali mengecewakan banyak pihak. Menurutnya, karakter MK tak bersikap proaktif. Selain itu, MK hanya mencari kebenaran formil di muka persidangan. “Itu simbol MK dalam praktik saat ini,” ujarnya.

Lebih jauh, Guru Besar Kriminolog dan Sistem Peradilan Pidana Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian itu berpandangan, sembilan hakim MK akan bersikap profesional hanya dalam tataran legalistik formil. Kendati demikian, kata Farouk, sekalipun permohonan tim Prabowo-Hatta dikabulkan, toh hanya sebagian.

Tags:

Berita Terkait