Sembilan Rekomendasi DPD terhadap Kasus BLBI
Terbaru

Sembilan Rekomendasi DPD terhadap Kasus BLBI

Salah satunya adanya ketidakwajaran dalam penjualan aset Bank Central Asia (BCA) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Setelah berakhirnya masa tugas panitia khusus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Pansus BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sebanyak sembilan rekomendasi diterbitkan. Penerbitan rekomendasi atas kasus BLBI dinyatakan dalam sidang paripurna ke-4 Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung DPD.

Ketua DPD AA LaNyalla Mattaliti menegaskan masa tugas Pansus BLBI DPD berakhir pada Jum’at (7/10/2022) pekan lalu. Sembilan rekomendasi diterbitkan setelah Pansus BLBI bekerja dengan mendengarkan keterangan sejumlah pihak. Setidaknya dari sembilan poin rekomendasi soal adanya ketidakwajaran dalam penjualan aset Bank Central Asia (BCA) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

“Sebanyak 9 rekomendasi tersebut tertuang dalam Keputusan DPD RI Nomor 18/DPD RI/I/2022-2023 tentang Rekomendasi atas Hasil Pelaksanaan Tugas Pansus BLBI,” ujarnya melalui keterangannya, Selasa (11/10/2022).

Dia menerangkan rekomendasi ditandatangani Ketua DPD, AA Lanyalla Mahmud Mattalitti dan tiga Wakil Ketua yakni Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan B. Najamudin. Lantas apa saja rekomendasi yang diterbitkan DPD? Pertama, menyatakan Pansus BLBI DPD telah menemukan beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2022 berupa pembayaran bunga obligasi rekap BLBI senilai Rp47,78 triliun per September 2022.

Karena itu, dalam rekomendasinya Pansus BLBI DPD meminta pemerintah, khususnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar menampilkan informasi. Khususnya terkait dengan kode surat berharga negara yang berkaitan dengan BLBI sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Kedua, Pansus BLBI DPD menemukan adanya ketidakwajaran (irregularity) dalam proses penjualan aset BCA dari BPPN kepada pembeli baru. Ketiga, Pansus BLBI DPD menemukan adanya ketidakwajaran saat BCA dikelola oleh tim kuasa direksi yang ditunjuk oleh pemerintah.

Keempat, Pansus BLBI DPD menyatakan hasil temuan audit BPK mengenai temuan BLBI belum ada tindak lanjut oleh pemerintah. Padahal, hasil audit BPK terkait temuan BLBI tersebut diduga adanya indikasi tindak pidana korupsi. Kelima, menyatakan atas kerja Tim Satuan Tugas (Satgas) BLBI yang dibentuk pemerintah bakal berakhir pada akhir tahun 2023.

“Untuk melakukan penagihan terhadap pihak perbankan atas penunggakan kewajibannya,” ujarnya.

Menurutnya, perlu dilakukan peningkatan kewenangan yang diberikan dalam melakukan langkah-langkah yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setidaknya agar dapat menuntaskan pengembalian utang perbankan tersebut. Keenam, pimpinan DPD telah diminta Pansus BLBI agar membentuk Pansus baru dalam rangka menindaklanjuti hasil kerja Pansus BLBI DPD yang belum tuntas, tapi berakhir pada tanggal 8 Oktober 2022.

Ketujuh, Pansus baru perlu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan lainnya dalam menindaklanjuti penuntasan kasus BLBI. Kedelapan, rekomendasi tersebut dibuat Pansus BLBI DPD berdasarkan hasil pembahasan dan penelaahan yang dilakukan.

Antara lain melalui rapat pleno, rapat kerja (Raker), rapat dengar pendapat (RDP), rapat dengar pendapat umum (RDPU), dan Focus Group Discussion (FGD) serta rapat konsultasi dengan BPK yang berlangsung sejak masa kerja Pansus sebagaimana hasil Sidang Paripurna ke-6 Masa Sidang II Tahun Sidang 2021-2022 tanggal 11 Januari 2022.

Kesembilan, rekomendasi terhadap penuntasan kasus BLBI disusun sebagai bentuk pelaksanaan fungsi pengawasan DPD terhadap akuntabilitas keuangan Negara. Dia berharap melalui rekomendasi DPD, penuntasan kasus BLBI oleh pemerintah melalui Satgas Penanganan Hak Tagih Negara atas BLBI dapat semakin terlaksana secara akuntabel dan profesional.

Terpisah, Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengatakan Satgas yang dipimpinnnya melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta telah menyita dua aset dari Trijono Gondokusumo yang merupakan Obligor PT Bank Putra Surya Perkasa (BPSP). Menurutnya, Satgas BLBI terus konsisten melakukan upaya berkelanjutan dalam memastikan pemblokiran, penyitaan, dan penjualan aset-aset barang jaminan maupun harta kekayaan lain yang dimiliki obligor/debitur.

“Yang selama ini telah mendapatkan fasilitas dana BLBI dan belum atau tidak menyelesaikan kewajibannya terhadap negara sebagaimana mestinya,” ujarnya melalui keterangan tertulisnya.

Sebagaimana diketahui, aset Trijono Gondokusumo yang disita berupa sebidang tanah berikut bangunan di atasnya seluas 502 meter persegi yang terletak di Jl. Simprug Golf III No.71, Kel. Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan; dan sebidang tanah seluas 2.300 meter persegi yang terletak di Kelurahan Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.

Kedua aset tersebut merupakan harta kekayaan lain dari obligor Trijono Gondokusumo yang disita dalam rangka penyelesaian kewajiban pemegang saham terhadap negara yang hingga saat ini belum dipenuhi sejumlah Rp5,3 triliun. Aset tersebut bakal dilanjutkan proses pengurusannya oleh PUPN melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. Tahap lanjutannya, aset-aset terbut bakal dilelang untuk penyelesaian kewajiban.

Tags:

Berita Terkait