Sempat Jadi Hakim Pengadilan Umum, Begini Kisah 'Hijrah' Ketua Kamar TUN MA
Terbaru

Sempat Jadi Hakim Pengadilan Umum, Begini Kisah 'Hijrah' Ketua Kamar TUN MA

Setelah 11 tahun berkiprah sebagai hakim pada lingkungan peradilan umum, Supandi merasa tidak nyaman dengan integrated criminal justice system yang seolah-olah “mati suri”. Mengaku tak sanggup mengubah sistem, dirinya sempat mengajukan pengunduran diri.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Setelah mencapai titik puncak ketika menangani suatu kasus, Guru Besar Ilmu Hukum Administrasi Negara Universitas Diponegoro itu mengaku tak sanggup mengubah sistem yang ada. Karena itu, ia memutuskan untuk “hijrah” dengan mengundurkan diri sebagai hakim Pengadilan Negeri dan menyampaikannya kepada istri. Sewaktu itu, istrinya juga menyetujui niatnya setelah memantapkan hati dengan shalat istikharah.

Tapi ternyata, ketika dia menyampaikan niat untuk mengundurkan diri, atasannya waktu itu menawarkan kepadanya untuk menjadi hakim Tata Usaha Negara (TUN). Pada masa itu, tidak banyak hakim dengan golongan III-D dan golongan IV-A yang mau menjadi hakim TUN. Sedangkan dirinya dulu termasuk golongan III-D, namun ia mengiyakan tawaran tersebut dan dipanggil mengikuti pelatihan pada tahun 1996.

“Saya waktu itu mungkin angkatan ketiga. Berlatih di sana, dan sejak itulah kemudian saya menjadi hakim TUN di tahun 1996,” kenangnya.

Dia masih mengingat betul amarah yang disampaikan ketuanya sampai-sampai mengatakan bahwa Supandi telah merugi dan “bunuh diri”. Tapi ternyata setelah dirinya menjabat Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Kapusdiklat), ketuanya yang dulu justru mengatakan pilihan yang diambil olehnya dulu adalah benar.

“Ternyata di PTUN yang kata orang saya bunuh diri, disitulah perubahan-perubahan besar terjadi di hidup saya. Sekarang yang perlu diyakini teman-teman hakim dimanapun ditempatkan, jangan berkeluh-kesah. Jalani dengan merendahkan diri ke hadapan Allah, Insya Allah ada hikmahnya di tempat itu,” pesannya.

Tags:

Berita Terkait