Semrawutnya Tanah Milik Instansi Urusan Tanah
Aset Negara:

Semrawutnya Tanah Milik Instansi Urusan Tanah

Tanah milik Badan Pertanahan Nasional seluas 200.274 meter persegi tak terurus dengan baik. Mulai dari dikuasai pihak lain, anak mantan Pejabat BPN hingga ada yang belum mengantongi bukti kepemilikan hak atas tanah.

Oleh:
Ycb
Bacaan 2 Menit
Semrawutnya Tanah Milik Instansi Urusan Tanah
Hukumonline

 

Barulah pada 17 Mei 2005, penghuni yang tidak diungkap namanya oleh Soekoyo mendapat Surat Keputusan Ketua Tim Likuidasi NVV Semarang. Surat tersebut perihal pelepasan hak atas tanah di lokasi tersebut. Sehingga, yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan dan memperoleh hak tanah atas namanya.

 

Lantas Soekoyo dan tim mengkonfirmasi ke Sub Dinas Permukiman Semarang. Ternyata, rumah itu masih terdaftar sebagai rumah NVV Semarang Timur. Tak lain tak bukan, rumah itu termasuk Perumahan Nasional pada masa Kolonial Belanda.

 

Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Tengah lantas bertindak dengan menerbitkan surat tertanggal 4 April 2007. BPN Jateng meminta putra mantan pejabat BPN itu untuk segera mengosongkan bangunan di Jalan Hawa tersebut. Instansi tersebut memberi batas waktu selambatnya enam bulan terhitung sejak terbitnya surat tersebut.

 

Layang pun berbalas. Anak bekas pejabat itu balik menyurati BPN Semarang pada 14 Agustus 2007. Intinya, dia memohon agar dapat dilakukan peninjauan kembali atas Sertifikat Hak Pakai atas lokasi tanah tersebut.

 

Hingga saat pemeriksaan, pihak keluarga mantan pejabat BPN itu belum mengajukan permohonan sertifikat tanah. Sehingga peninjauan kembali Sertifikat Hak Pakai atas nama BPN belum dapat dijalankan.

 

Dua poin kondisi di atas, menurut Soekoyo, tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. BPK berpendapat hal ini terjadi lantaran Kanwil BPN Jateng lemah mengawasi aset yang dikuasai oleh pihak lain.

 

PP 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Pasal 32

(1)   Pengelolaan barang, penggunaan barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya.

(2)   Pengamanan barang milik negara/daerah meiputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, pengamanan hukum.

 

BPN punya dalih, anggaran mereka hanya terbatas pada tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Karena itu, kegiatan pengamanan, baik untuk pemagaran maupun tenaga penjaga tidak tersedia.

 

Tercecer

Masalah tak cukup hingga di situ. Masih ada 47.872 meter persegi tanah yang tercecer di berbagai daerah. Tanah itu terletak di Jakarta, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. Tanah kekuasaan BPN ini belum memiliki bukti kepemilikan.

 

Tanah yang dikuasai BPN yang belum memiliki bukti kepemilikan

Lokasi

Luas (m2)

Keterangan

Sulawesi Selatan

Kabupaten Maros

6.672

BPN

Sulawesi Tengah

Kantah Morowali

3.750

BPN

Nusa Tenggara Timur

Kabupaten Rote Ndao

2.500

Asal Pemda

Kabupaten Manggarai Barat

3.600

-

Kalimantan Barat

Jl. Alianjang No. 25, Sambas

6.054

BPN

Jl. Gereja Pemangkat, Sambas

300

-

Jl. Lumbang, Sambas

120

-

Sumatra Barat

Tanju Emas, Pesisir Selatan

220

Tanah Negara

DKI Jakarta

Jl. Yos Sudarso, Jakarta Utara

18.000

-

BPN Pusat

Jl. H. Agus Salim, Jakarta

6.701

Dari Sekretariat Negara

Total luas tanah

47.872

 

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan Manajemen Aset BPN oleh BPK, 2007

 

Kepala BPN Joyo Winoto mengakui upaya pengendalian tanah belum memadai. Fasilitas umum dan fasilitas sosial berubah fungsi -tidak sedikit pula yang berubah penguasaan dan pemilikan, tulisnya dalam sambutan Hari Agraria Nasional, 24 September 2007. Menurut Joyo, banyak tanah yang terlantar dan hingga kini hal itu tengah berjalan. Banyak pula aturan yang hanya sakti di atas kertas, namun pelaksanaannya masih terabaikan.

 

BPN saat ini mencanangkan sebelas program. Di antaranya, meningkatkan pelayanan sertifikasi tanah secara menyeluruh; menangani konflik, perkara, dan sengketa tanah di seluruh Indonesia; membangun basis data penguasaan tanah skala besar; membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (Simtanas) dan sistem pengamanan dokumen tertanahan; serta menata kelembagaan BPN.

 

Hukumonline belum memperoleh konfirmasi dari pihak BPN soal aset sejumlah tanah yang dikuasai pihak lain itu. Tiap kali hukumonline menghubungi telepon seluler Joyo sejak Sabtu (19/4) lalu, yang bersangkutan tak pernah mengangkat. Joyo pun belum membalas pesan singkat.

 

Tugas Berat

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Usep Setiawan menilai BPN saat ini sedang mencoba berbenah. Apalagi BPN punya tugas lebih berat sejak keluarnya Perpres No. 10/2006 tentang BPN. Inventarisasi hanya masalah teknis administrasi. BPN harusnya berlari cepat untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi tugas baru, tukasnya dari sambungan telepon, Selasa (22/4).

 

Lebih jauh, Usep mengusulkan pemerintah perlu menghidupkan kembali Menteri Koordinator Agraria. Menteri itulah yang memegang Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Perikanan dan Kelautan, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, sambungnya. Kementerian semacam ini, lanjut Usep, ada pada era Presiden Sukarno. Dengan demikian, koordinasi pendataan tanah di berbagai bidang bisa mudah dilakukan.

 

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (bidang dalam negeri dan pertanahan) Mustoko Wenimurti menandaskan BPN harus bisa membereskan aset tanah miliknya. BPN saya yakin bisa. Mereka punya mitra kerja untuk menyelesaikan sengketa tanah. Tim sudah komplet, tutur anggota Fraksi Partai Golkar ini dari telepon, Selasa (22/4). Menurut Weni, BPN bersama DPR membentuk Tim 8. Lagipula, Deputi V BPN menggandeng Kepolisian Republik Indonesia.

 

Sependapat dengan Weni, notaris senior cum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sutjipto menilai BPN mampu mengatasi masalah aset tanah tersebut. Untuk menginventarisasi aset tanah miliknya, Saya kira tak perlu bujet tinggi, ujar Sutjipto dari balik telepon, Senin (21/4).

 

Nah lo, jawatan urusan tanah kok belum rapi menjaga tiap jengkal tanahnya.

Ironis. Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang seharusnya menjadi contoh pengelolaan kepemilikan tanah secara tertib administrasi. Ternyata, masih jauh api dari panggang. Justru di instansi pemerintah ini, dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tercatat ada sekitar 200.274 meter persegi tanah yang tak terurus dengan baik. Nilainya cukup besar, yakni Rp 147,45 miliar. Nilai itu sesuai Laporan Barang Milik Negara (BMN).

 

Dalam laporan tertulisnya, Auditor BPK Soekoyo memaparkan perihal tanah milik BPN seluas 200.274 meter persegi yang masih dikuasai pihak lain. Dari tanah seluas itu, sekitar 199.947 meter persegi masih dikuasai masyarakat atau penghuni liar, yang tersebar di berbagai provinsi. Sisanya, 327 meter persegi, dikuasai oleh anak bekas pejabat BPN di Semarang, Jawa Tengah. Tepatnya di Jalan Hawa No. 11A di kota penjual bandeng presto ini.

 

Tanah BPN yang dikuasai masyarakat/penghuni liar

Lokasi

Luas (m2)

Status kepemilikan

Jakarta

Jl. Yos Sudarso

20.000

Hak Pakai No. 7/1998

Jl. Yos Sudarso

18.000

-

Sulawesi Selatan

Jl. Tinumbu

10.000

Hak Pakai No. 6/1992

Jl. Galangan Kapal

41.135

Hak Pakai No. 48/1995

Jl. Urip Sumoharjo

7.000

Hak Pakai No. 148/1995

Jl. Bontolempagan 12

803

Hak Pakai No. 27/1995

Kelurahan Gaddong

2.780

Hak Pakai No. 17/1995

Jl. Kemiri No. 9

109

Belum bersertifikat

Jl. ME Saelan Karunrung

120

Belum bersertifikat

Lampung

Jl. Soekarno Hatta

100.000

Hak Pakai 23/S-1/1972

Total luas tanah

199.947

 

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan Manajemen Aset BPN oleh BPK, 2007

 

Masih dalam laporan Soekoyo, disebutkan bahwa tanah di kota lumpia ini, berdasarkan bukti kepemilikan, adalah milik dan atas nama BPN. BPN mengantongi Sertifikat Hak Pakai No. 6 Tahun 1995, tertanggal 6 Desember 1995. Dari hasil cek fisik oleh BPK, rupanya di atas tanah tersebut berdiri bangunan rumah tinggal. Rumah tersebut dihuni oleh putra mantan pejabat BPN –secara de facto sejak 1975 hingga sekarang dengan luas bangunan 152 meter persegi. Saat itu, si penghuni menyewanya dari pemerintah kota.

 

Si penghuni memohon kepada Ketua Tim Likuidasi dari NV Vokshisvesting (NVV) di Jakarta melalui Tim Kecil Daerah Kota Semarang pada 5 September 2000. Permohonan itu bukan langsung kepada BPN.

Halaman Selanjutnya:
Tags: