Serba-Serbi Pengurusan Dokumen Kependudukan dan Catatan Sipil
Terbaru

Serba-Serbi Pengurusan Dokumen Kependudukan dan Catatan Sipil

Indonesia memiliki dua konsepsi kepengurusan dokumen kependudukan yakni penggantian identitas dan pembetulan identitas.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Prof Zudan Arif Fakrulloh dalam acara Instagram Live Klinik Hukumonline, Minggu (11/7/2021) kemarin. Foto: RES
Prof Zudan Arif Fakrulloh dalam acara Instagram Live Klinik Hukumonline, Minggu (11/7/2021) kemarin. Foto: RES

Dokumen kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil pada Pemerintah Kota/Kabupaten seluruh Indonesia, seperti Kartu Keluarga (KK), akta kelahiran, hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP). Khusus Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem pengamanan khusus sebagai identitas resmi yang diterbitkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bagaimana cara mengurus perubahan dokumen kependudukan dan catatan sipil. Misalnya, bila ingin mengganti nama, perubahan foto, data, tanda tangan dalam e-KTP, hingga perubahan KK dan akta kelahiran. Padahal, saat ini ketentuan e-KTP berlaku untuk seumur hidup. Lalu, Bagaimana dengan Warga Negara Asing? Apakah WNA bisa mendapatkan e-KTP?

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Prof Zudan Arif Fakrulloh mengatakan tradisi administrasi kependudukan Indonesia awalnya berbasis kertas hingga akhirnya secara bertahap bertransformasi berbasis digital. Seperti, KTP elektronik (e-KTP) memiliki chip untuk menyimpan NIK dan data pribadi. Misalnya, saat mengikuti acara tertentu sudah tidak perlu lagi foto copy KTP atau meninggalkan KTP, cukup dengan di-scan saja. Bila tidak bisa di-scan, maka e-KTP tersebut bisa dikatakan palsu.

“Perubahan teknologi ini harus diiringi perubahan perilaku agar lebih bermanfaat bagi masyarakat sebagai penggunanya,” kata Prof Zudan Arif Fakrulloh dalam acara Instagram Live Klinik Hukumonline, Minggu (11/7/2021) kemarin.

Dia melanjutkan walaupun sudah ada e-KTP yang memiliki chip untuk menyimpan semua data pribadi, beberapa lembaga tertentu masih tetap meminta dan memerlukan foto copy e-KTP. Seperti lembaga perbankan masih meminta foto copy e-KTP nasabahnya karena ketentuan dari OJK seperti itu. “Padahal, dengan e-KTP tidak perlu lagi foto copy, lembaga tersebut bisa membeli alatnya (alat scan, red) dan bekerja sama dengan Dukcapil, sehingga cukup di-scan saja e-KTP-nya,” tegasnya.

“Jadi perlu ada perubahan perilaku untuk lebih memanfaatkan teknologi. Ruh birokrasi adalah inovasi begitu juga dengan Dukcapil, semangatnya untuk memperbaiki terus menerus, untuk memudahkan masyarakat.”

Lalu, apakah e-KTP bisa diperpanjang, Zudan menjelaskan e-KTP sendiri tidak perlu diperpanjang karena sudah berlaku seumur hidup. Namun, apabila terdapat data yang berbeda dengan Kartu Keluarga. Misalnya, alamatnya berbeda antara e-KTP dengan KK, maka harus diubah ke Dukcapil untuk disamakan data alamatnya (pembetulan identitas).  

Zudan menerangkan Indonesia memiliki dua konsepsi kepengurusan dokumen kependudukan yakni penggantian identitas dan pembetulan identitas. Untuk penggantian identitas, misalnya seseorang ingin mengganti nama (termasuk perubahan jenis kelamin, red) itu harus ada putusan pengadilan, tidak bisa langsung mengurus ke Dukcapil.

Untuk pembetulan identitas, misalnya si A memiliki nama yang berbeda di akta kelahiran dan ijazah sekolahnya. Dalam e-KTP memiliki nama yang mengikuti salah satu dokumen tersebut. Kemudian si A ingin mengganti nama sesuai akta kelahiran atau yang diinginkan oleh si A. Pembetulan identitas ini bisa langsung ke Dukcapil dengan memilih nama mana yang dipilih untuk dilakukan pembetulan dalam identitas e-KTP-nya.

Persoalan lain, apakah setiap pengurusan dokumen kependudukan dalam hal tertentu diperlukan pengantar RT/RW sebagai syarat pengurusan? Zudan mengatakan ada kriteria tertentu. Ia menyebutkan jika pindah rumah tidak perlu ada pengantar dari RT/RW. Tetapi, bagaimana untuk akta kelahiran dan kematian?

Ia menjelaskan untuk akta kelahiran, anak yang lahir di rumah sakit tidak perlu pengantar RT/RW. Sedangkan anak yang lahir di rumah untuk membuat akta kelahiran perlu ada pengantar dari RT/RW. Untuk akta kematian sendiri, jika meninggalnya di rumah sakit tidak perlu surat pengantar RT/RW. Tetapi jika meninggalnya di rumah maka diperlukan surat pengantar RT/RW. Hal ini diatur dalam Perpres No. 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil.   

“Di Dukcapil hanya verifikasi formil, kita hanya memeriksa dokumennya saja bukan fisiknya.  Jika ia ingin membuat e-KTP, lalu jenis kelaminnya perempuan, kita tidak mengecek secara fisik orang tersebut benar perempuan atau tidak,” ujarnya.  

Saat ini, kata dia, dokumen kependudukan memiliki asas domisili. Artinya, jika sebuah akta kelahiran hilang atau rusak dan ingin dibuat kembali atau diperbaiki bisa disesuaikan dengan domisilinya. Sebagai contoh, jika seseorang lahir di Sleman kehilangan atau rusak akta kelahirannya dan saat ini ia tinggal di Bekasi, maka tidak perlu mengurus ke Sleman. “Tinggal mengurus saja ke Dukcapil yang ada di Bekasi. Saat ini sudah tidak ribet lagi, hal ini untuk memudahkan masyarkat,” kata dia.

Lalu, apakah tanda tangan dan foto e-KTP bisa diganti? Zudan menjawab bisa diganti dengan datang ke Dukcapil setempat karena harus direkam ulang tanda tangan dan fotonya. Tetapi, NIK-nya dan sidik jarinya tetap sama.

Terkait persoalan pemecahan Kartu Keluarga, ia melanjutkan Kartu Keluarga tidak hanya diperuntukan oleh suami-istri saja, tetapi satu orang pun bisa memiliki Kartu Keluarga. Seperti, janda atau duda pun dapat memiliki Kartu Keluarga sendiri karena basisnya alamat tempat tinggal.

Misalnya, ia menyebut ada seorang anak yang sudah mempunyai rumah sendiri dari orang tuanya dan ingin pecah KK. Hal ini bisa dilakukan. “Bila seorang anak ngontrak rumah ingin punya KK sendiri itu juga bisa, tetapi harus izin terlebih dahulu kepada pemilik rumah kontrakan tersebut ingin menggunakan alamat rumah tersebut untuk KK karena basisnya sesuai alamat tempat tinggal.”

Dia juga menerangkan saat ini banyak WNA yang sudah lama tinggal di Indonesia atau bahkan hanya beberapa tahun saja untuk bekerja. Apakah WNA tersebut boleh mendapatkan e-KTP? Zudan menjawab boleh, karena konsep tentang kependudukan bukan hanya untuk administrasi kependudukan warga negara Indonesia, tetapi administrasi kependudukan WNA yang tinggal di Indonesia.

Ia menjelaskan dalam UU Adminduk, WNI dan WNA berhak mendapatkan e-KTP. WNA pun bisa membuat akta kelahiran, terutama bagi WNA yang memiliki izin tinggal sementara dan juga memiliki izin tinggal tetap. WNA tersebut berhak mendapat e-KTP dan tidak perlu pengantar RT/RW, cukup membawa KK, paspor, izin tinggal sementara atau izin tinggal tetap, sudah berumur 17 tahun.

“Tidak boleh ada persyaratan tambahan lain yang bersifat material. Semangatnya memberikan pelayanan mudah dan cepat,” ujarnya.

“Perbedaan, e-KTP WNI dan WNA, jika e-KTP WNA ada unsur bahasa Inggrisnya, masa berlakunya pun tidak seumur hidup hanya sesuai dengan masa tinggal sementaranya. Dan kewarganegaraanya tertulis kewarganegaraan asing.”

Tags:

Berita Terkait