Serikat Pekerja Tuntut Permenaker Upah Dicabut
Berita

Serikat Pekerja Tuntut Permenaker Upah Dicabut

Berpotensi menghilangkan Upah Minimum Sektoral Provinsi atau Kabupaten/Kota.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ribuan buruh berunjuk rasa melintasi Jalan MH Thamrin menuju ke Istana Merdeka, Jakarta (12/02). Foto: RES
Ribuan buruh berunjuk rasa melintasi Jalan MH Thamrin menuju ke Istana Merdeka, Jakarta (12/02). Foto: RES
Serikat pekerja menolak Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum (UM). Pasalnya, regulasi itu ditengarai bakal menghapus Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) atau Kabupaten/Kota. Menurut anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur serikat pekerja, Dedi Hartono, regulasi itu menggantikan Permenakertrans No. 1 Tahun 1999 tentang UMP. Besaran UMSP sekurang-kurangnya 5 persen dari UMP tidak berlaku lagi, karena aturan ini merugikan pekerja di sektor unggulan yang selama ini upahnya mengacu UMSP/K.

Dalam Permenakertrans tentang UM, Dedi melanjutkan, besaran UMSP dirundingkan secara bipartit antara asosiasi pengusaha sektoral dan serikat pekerja. Mengacu pada Pasal 89 UU Ketenagakerjaan, penetapan UMSP dilakukan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan. “Penetapan UMSP sebagaimana diatur dalam Permenakertrans UMSP itu cenderung merugikan pekerja,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (12/2).

Dedi khawatir peraturan yang diundangkan pada Oktober tahun lalu itu bakal menghilangkan besaran UMSP yang selama ini digunakan sebagai acuan pengupahan di sektor unggulan yang ada di setiap daerah. Misalnya, di Jakarta, sejak 2013 sektor retail masuk dalam unggulan sehingga upahnya mengacu UMSP Rp2,3 juta, lebih tinggi dari UMP ketika itu Rp2,2 juta. Namun, dengan diterbitkannya regulasi itu UMSP sektor retail di Jakarta terancam hilang.

Pada kesempatan yang sama Ketua Buruh Bersatu Retail Indonesia (ABBRI), Encep Supriyadi, menyayangkan kebijakan pemerintah terkait UMSP itu. Sebab, jika UMSP ditiadakan maka semakin membebani pekerja sektoral di Jakarta karena kenaikan UMP 2014 sangat kecil. Padahal, selama ini Encep melihat kenaikan UMSP minimal 5 persen sebagaimana diatur Permenakertrans tentang UMP tidak menimbulkan persoalan.

Encep melihat hal itu dari praktik pengupahan UMSP terhadap 5 subsektor unggulan di Jakarta. Misalnya, subsektor industri perbankan, UMSP-nya tahun lalu mencapai belasan persen lebih tinggi dari UMP. Hal tersebut membuktikan perusahaan di sektor unggulan tidak keberatan mengupah paling sedikit sesuai UMSP. Tapi tahun ini UMSP itu akan hilang karena Permenakertrans UMSP tidak lagi menyebut ketentuan minimal kenaikan UMSP 5 persen, tapi perundingan bipartit.

Sebagaimana Dedi, Encep menegaskan UMSP tidak boleh ditetapkan secara bipartit tapi lewat rekomendasi Dewan Pengupahan. Ia melihat praktik itu masih diterapkan daerah sekitar Jakarta dalam menetapkan UMSP/K tahun ini. Seperti Bekasi dan Depok, UMSK-nya sudah ditetapkan dengan mengacu rekomendasi Dewan Pengupahan. “Permenakertrans No.07 Tahun 2013 tentang UM itu mengakibatkan UMSP di Jakarta kacau balau,” kesalnya.

Sebagai salah satu cara mengatasi persoalan itu Encep mengatakan sejumlah serikat pekerja sudah melayangkan surat kepada Menakertrans agar Permenakertrans tentang UMSP itu dicabut. Jika hal itu tidak dilakukan, dalam waktu dekat serikat pekerja akan menggelar demonstrasi besar-besaran.

Sekretaris Regional Jabodetabek Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Dewi Fitriana, mencatat salah satu kelemahan Permenakertrans UM yaitu tidak mengatur jika perundingan bipartit mengalami kegagalan. Lagi-lagi hal itu disinyalir bakal menghilangkan UMSP yang selama tujuh tahun ini dinikmati pekerja di Jakarta, khususnya sektor hotel. “Bagaimana kalau tidak ada kata sepakat. Makanya kami minta Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 tentang UM direvisi,” ucapnya.

Sampai berita ini dibuat, Kadisnakertrans DKI Jakarta, Priyono, belum dapat memberikan komentar. Upaya menghubungi lewat telepon dan pesan singkat tidak membuahkan hasil seperti harapan. “Maaf, saya baru ada rapat,” ujarnya.


Pergub Skala Upah
Selain itu Encep mendesak Pemda DKI Jakarta untuk menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Struktur dan Skala Upah. Menurutnya, hal itu sebagai implementasi Kepmenakertrans No.49 Tahun 2004 tentang Struktur dan Skala Upah. Lewat Pergub itu ia berharap semua perusahaan di Jakarta wajib membuat struktur dan skala upah. Sehingga, ada perbedaan upah yang proposional antara pekerja yang masa kerjanya lama dengan baru. Serta mengacu tingkat pendidikan pekerja.

Pergub tentang Struktur dan Skala Upah itu menurut Encep juga harus memuat sanksi tegas bagi pihak yang melanggar. “Jokowi harus bikin peraturan tentang Struktur dan Skala Upah,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait