Serikat Pengacara Rakyat Tuding Hakim Malpraktek
Berita

Serikat Pengacara Rakyat Tuding Hakim Malpraktek

Rupanya, bukan hanya dokter yang bisa dituduh melakukan malpraktek, tetapi juga hakim. Tudingan ini dialamatkan kepada majelis hakim yang mengadili perkara gugatan terhadap Presiden Megawati, Panglima TNI, dan Ketua DPR.

Mys
Bacaan 2 Menit
Serikat Pengacara Rakyat Tuding Hakim Malpraktek
Hukumonline

Hakim diduga melakukan penyimpangan dalam menjalankan tugasnya, baik secara sadar atau tidak, yang kemudian menimbulkan kerugian bagi orang lain, demikian antara lain pernyataan pers SPR.

Pasal 125 HIR

Ketentuan yang disebut-sebut dilanggar hakim adalah pasal 125 HIR. Berdasarkan pasal ini, majelis hakim harusnya menjatuhkan putusan secara verstek kalau tergugat tidak hadir hingga persidangan ketiga.

Selanjutnya disebutkan, "Jikalau di tergugat, walaupun dipanggil dengan patut tidak menghadap pada hari yang ditentukan, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap sebagai wakilnya, maka gugatan itu diterima dengan keputusan tidak hadirnya tergugat. Kecuali jika nyata kepada pengadilan bahwa gugatan itu melawan hak atau tidak beralasan".

Pasal inilah yang membuat cemas SPR. Habiburokhman yakin majelis hakim tidak akan menjatuhkan verstek pada sidang ketiga mendatang. Pasalnya, pada sidang perdana 4 Agustus lalu, Panusunan Haharap sudah memberikan sinyal bahwa pasal 125 HIR tidak akan berlaku dalam gugatan class action. Kebetulan, SPR melayangkan gugatan dengan model class action.

Di mata Habib, pernyataan ketua majelis hakim tidak berdasar. Ia berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan mengenai class action (Perma No. 1 Tahun 2002) tidak dapat menegasikan keberlakuan pasal 125 HIR.

Bukan hanya itu dasar kekhawatiran Habib. Sewaktu SPR menggugat Presiden Megawati dalam perkara kenaikan tarif BBM, listrik dan telepon pun, PN Jakarta Pusat tidak mengeluarkan putusan verstek meskipun selaku tergugat Presiden atau kuasa hukumnya tidak pernah hadir dalam persidangan. Malahan saat itu, majelis hakim menerapkan dismissal process, yang lazim dikenal dalam hukum acara peradilan tata usaha negara

Panusunan sendiri, dalam dua kali sidang terdahulu (pada 4 dan 20 Agustus 2003), sudah menjelaskan bahwa PN Jakarta Pusat sudah melayangkan pemanggilan secara patut. Berdasarkan bukti yang diperoleh pengadilan, para pihak sudah menerima relaas pelaksaan sidang. DPR, misalnya, memberikan jawaban secara tertulis. Konon, DPR tidak bisa hadir di persidangan karena sedang masa reses. 

Tudingan itu disampaikan oleh Serikat Pengacara Rakyat (SPR) dalam sebuah acara public expose di Jakarta, Selasa (2/09). Melalui juru bicaranya Habiburokhman, SPR menilai majelis hakim yang dipimpin Panusunan Harahap telah melakukan malpraktek, yaitu tidak mematuhi hukum acara (HIR) dalam memproses gugatan SPR.

Gugatan dimaksud adalah gugatan class action (perwakilan kelompok) yang dilayangkan SPR Juli lalu. Serikat pengacara yang berkantor di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan ini menggugat Presiden, Panglima TNI dan Ketua DPR. Ketiga lembaga negara itu dinilai ikut bertanggungjawab atas ekses pemberlakuan darurat militer di Nanggroe Aceh Darussalam.

Nah, dalam proses persidangan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dalam hal ini majelis hakim pimpinan Panusunan, dinilai tidak bisa bersikap tegas menghadirkan ketiga tergugat. Selama dua kali persidangan, ketiga tergugat maupun kuasa hukum mereka memang tidak pernah hadir di ruang sidang. Menurut rencana, sidang ketiga  akan berlangsung pada 8 September.

SPR tampaknya bukan hanya menuding. Selain melakukan public expose, organisasi ini juga berniat mengadukan majelis hakim ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Ombudsman Nasional (KON). Kedua lembaga negara itu diminta mengawasi jalannya persidangan dan majelis hakim.

Tags: