Simak! Saran Hakim Ini Agar Eksekusi Pemulihan Lingkungan Hidup Bisa Efektif
Utama

Simak! Saran Hakim Ini Agar Eksekusi Pemulihan Lingkungan Hidup Bisa Efektif

Untuk mengisi kekosongan hukum karena eksekusi tindakan pemulihan lingkungan belum diatur dalam hukum positif di Indonesia, perlu dibuat aturan secara detail dan komprehensif sebagai panduan atau pedoman Ketua PN dalam melaksanakan eksekusi tindakan pemulihan lingkungan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Sugeng mencatat setidaknya ada 4 hal yang perlu diperhatikan agar putusan perdata kasus lingkungan hidup dapat berjalan efektif. Pertama, permohonan eksekusi riil berupa pembayaran ganti rugi dan denda, wajib melampirkan data tentang barang milik tergugat (pihak perusak lingkungan, red) serta bukti yang valid tentang barang yang akan disita eksekusi dan dijual secara lelang untuk dieksekusi.

“Eksekusi untuk uang tergugat yang disimpan di bank, wajib dilampiri permohonan yang menyebutkan dimana uang milik tergugat tersebut disimpan, nomor rekening, dan jumlahnya,” lanjutnya.

Kedua, eksekusi pemulihan wajib dilampiri rencana tahapan pelaksanaan pemulihan berupa tahapan pemulihan, siapa yang melaksanakan pemulihan, dan siapa yang mengawasi pemulihan. Ketiga, dalam pelaksanaan dan pengawasan eksekusi pemulihan, Ketua PN membuat penetapan dan penetapannya dapat menunjuk instansi pemerintah cq Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan/atau instansi pemerintah lainnya dan/atau swasta terkait lainnya. Tahapan pelaksanaan eksekusi ini wajib dilaporkan kepada Ketua PN setiap bulannya.

Keempat, mengingat waktu pemulihan tergolong lama, Sugeng mengusulkan Ketua PN membuat buku bantu untuk mencatat tahapan dan perkembangan pelaksanaan eksekusi tersebut.

Sugeng melanjutkan untuk mengisi kekosongan hukum karena eksekusi tindakan pemulihan lingkungan belum diatur dalam hukum positif di Indonesia, perlu dibuat aturan secara detail dan komprehensif sebagai panduan atau pedoman Ketua PN dalam melaksanakan eksekusi tindakan pemulihan lingkungan. Dia menyarankan kepada pihak penggugat untuk menyusun gugatan perkara lingkungan hidup baik dalam posita atau petitumnya secara rinci dan detail terutama terkait tahapan eksekusinya.  

“Sehingga ketika nanti dimenangkan perkara tersebut dapat dieksekusi,” sarannya.

Asisten Khusus Jaksa Agung, Narendra Jatna, menyoroti sejumlah ketentuan dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang tidak mudah bagi Kejaksaan untuk menangani perkara pidana lingkungan hidup. Misalnya, Pasal 95 UU PPLH menempatkan jaksa berada di bawah koordinasi Menteri (LHK). Padahal, jaksa berwenang untuk mewakili kepentingan publik. Sebagaimana asas dominus litis, semestinya jaksa bisa melakukan gugatan untuk kepentingan umum.

Narendra juga menyebutkan ada persoalan terkait akuntansi dalam pengelolaan keuangan negara. Dimana biaya pemulihan lingkungan yang dieksekusi masuk ke kas negara (PNBP) dan sulit dikeluarkan untuk kepentingan pemulihan lingkungan sebagaimana amar putusan. “Sekalipun perkara pidananya sukses sampai eksekusi, tapi masih terganjal di soal administrasi (keuangan, red) pemerintahan.”

Tags:

Berita Terkait