Sistem Proporsional Terbuka dan Kelemahannya dalam Pemilu
Berita

Sistem Proporsional Terbuka dan Kelemahannya dalam Pemilu

Mulai gagal memperkuat partai sebagai intitusi demokrasi, menciptakan pemerintahan yang efektif, hingga gagal menghasilkan politisi kompeten dan berintegritas.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Dewan Pewakilan Rakyat (DPR) nampaknya sudah mulai ancang-ancang bakal membahas draf Revisi Undang-Undang (RUU) No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). RUU Pemilu tersebut masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 menempati urutan tiga. Salah satu poin krusial yang bakal menjadi perdebatan tentang sistem pemilu yang bakal diberlakukan pada 2024 mendatang.

Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustofa mengatakan sejauh ini memang belum ada pembahasan draf RUU Pemilu karena masih merampungkan penyusunan draf kemudian diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg). Tapi, sejumlah isu krusial bakal menjadi pembahasan dalam RUU Pemilu, salah satunya soal sistem kepemiluan. Dalam perkembangannya terdapat dua pandangan yakni sistem kepemiluan terbuka atau tertutup.

Ada dua alternatif yang bakal dibahas yaitu sistem terbuka dan beberapa fraksi ingin sistem tertutup,” ujar Saan Mustofa dalam diskusi virtual di Jakarta, Minggu (7/6/2020) kemarin.

Dia mengungkapkan dua partai besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Golkar menghendaki sistem pemilu tertutup. Sementara Fraksi PKB, Nasdem, PKS, Demokrat mendorong agar sistem pemilu terbuka. Sementara F-PAN dan Gerindra belum menentukan sikap terkait opsi dua sistem pemilu tersebut.

Namun, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra Sodik Mudjahid mengatakan kecenderungan aspirasi kader partainya mendorong sistem proporsional terbuka dalam draf RUU Pemilu. Ada tiga alasan Fraksi Gerindra memililih opsi proporsional terbuka. Pertama, melalui proporsional terbuka menjadi lebih akomodatif terhadap kader partai yang menjadi tokoh masyarakat.

Kedua, lebih akomodatif dan menghargai suara para pemilih dalam pemilu. Ketiga, partai tetap meemiliki kekuasaan dan kekuatan dalam mengendalikan para calon yang notabene kader partai. Meski demikian, partai yang dikomandoi Prabowo Subianto itu belum menyampaikan sikap resminya terhadap opsi sistem kepemiluan dalam draf RUU Pemilu.

Koordinator Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menjelaskan penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilu sebelumnya berdasarkan perolehan suara terbanyak. Dia mencatat problem yang terjadi dalam tahapan pemilu masih marak terjadi praktik politik uang.

Tags:

Berita Terkait