Soal Potensi Benturan Kewenangan PTSP dan OSS, Ini Jawaban Pemerintah
Berita

Soal Potensi Benturan Kewenangan PTSP dan OSS, Ini Jawaban Pemerintah

​​​​​​​APINDO berharap implementasi OSS dapat lebih baik dari eksekusi PTSP yang selama ini masih banyak dikeluhkan para pelaku usaha.

Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menggelar diskusi penerapan Online Single Submission (OSS) di kantor APINDO di Jakarta, Senin (30/7). Pertemuan tersebut dilaksanakan dalam rangka tanya jawab antara pengusaha dan perwakilan pemerintah terkait penerapan OSS.

 

Dalam pertemuan tersebut, Wakil Ketua Umum APINDO Shinta W. Kamdani menyampaikan rasa kekhawatiran dunia usaha terkait proses transisi OSS dari Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko) ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Menurutnya, apakah proses transisi bisa rampung dalam jangka waktu enam bulan sejak OSS diluncurkan.

 

Menjawab kekhawatiran tersebut, Staf Khusus Kemenko, Edy Putra Irawadi menyampaikan bahwa saat ini pemerintah terus berupaya merampungkan proses transisi dari Kantor Kemenko Perekonomian ke BKPM. Enam bulan dirasa waktu yang cukup untuk menyelesaikan proses transisi.

 

"Kan memang tidak mungkin OSS beroperasi di kantor Kemenko. Jadi, sekarang masih dalam proses. BKPM sudah siap sekali," kata Edy.

 

Edy mengatakan, PP No 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik sudah dikaji terlebih dahulu. Sehingga dalam penerapannya, adanya kemungkinan benturan dengan peraturan daerah sudah diminimalisir.

 

Selain itu, Edy juga menegaskan tak ada benturan kewenangan PTSP dan OSS. Pasalnya, setiap perizinan yang dilakukan di PTSP merupakan perizinan tingkat daerah. Sementara perizinan yang nantinya akan diurus di BKPM melalui OSS, merupakan perizinan tingkat nasional. "Misalnya, menggelar acara musik di daerah, itu izinnya tingkat daerah," jelasnya.

 

Sementara itu, Shinta menegaskan, bahwa APINDO memberikan apresiasi yang besar atas komitmen Pemerintah untuk menghadirkan berbagai kebijakan termasuk dalam hal perizinan berusaha guna menjaga dan meningkatkan iklim investasi yang baik di Indonesia, salah satunya melalui penerapan sistem OSS.

 

"APINDO berharap kiranya penerapan sistem OSS ini bisa dijalankan secara maksimal, terintegrasi dan terpadu di seluruh wilayah Indonesia," kata Shinta.

 

Dengan perizinan berusaha yang dilakukan secara daring, lanjutnya, diharapkan para pengusaha juga mendapatkan kepastian izin usaha dengan mudah. Namun penerapan sistem OSS ini sebagai masa transisi dari perizinan BKPM menjadi OSS di bawah Kemenko Perekonomian.

 

Dalam hal ini, Shinta memahami keinginan pemerintah untuk segera merealisasikan kebijakan ini sebelum terlambat. Untuk itu, ada harapan besar terhadap setiap kebijakan pemerintah bisa direalisasikan sesuai dengan rencana, dilaksanakan secara profesional dan dimonitoring dengan baik. 

 

"Perbaikan sistem perizinan ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperkuat kinerja investasi maupun ekspor, terutama dalam situasi global yang penuh ketidakpastian. Kalau Bangsa Indonesia mau menarik investasi dalam keadaan perang dagang dan pelemahan rupiah kuncinya adalah meningkatkan ekspor dan terus menarik investasi. Kalau ingin menarik investasi maka perlu perizinan yang cepat dan baik," tambahnya.

 

Jika perbaikan sistem perizinan tidak dipaksakan, Shinta menilai dampaknya akan berimbas ke pengusaha dan justru akan terus menghambat iklim investasi di Indonesia. Sehingga APINDO berharap implementasi OSS dapat lebih baik dari eksekusi PTSP yang selama ini masih banyak dikeluhkan para pelaku usaha. 

 

Baca:

 

Terpilihnya 20 Sektor

Untuk diketahui, sistem ini diharapkan mampu memudahkan masyarakat dalam mendirikan badan usaha dengan hanya mengunggah berkas-berkas yang diperlukan. Tapi, dari 20 sektor usaha yang diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 2018 itu tidak memuat sektor jasa hukum sebagai kegiatan usaha yang dapat mengurus perizinan melalui OSS. Padahal, sektor usaha jasa hukum termasuk dalam Aktivitas Profesional, Ilmiah dan Teknis pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI).

 

Ternyata, ada alasan tersendiri di balik terpilihnya 20 sektor tersebut. Peneliti Hukum Bisnis dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Muhammad Faiz Aziz menyatakan, pemilihan sektor-sektor yang terdapat dalam ketentuan tersebut berdasarkan nama kementerian dan lembaga sektoral yang disebut dalam Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.

 

“Awalnya hanya 13 namun bertambah menjadi 20 sektor usaha. Di mana, saat identifikasi jenis perizinan malah terkait juga dengan izin pada kementerian/lembaga lain yang sebelumnya tidak ada dalam Perpres 91 tersebut,” kata Aziz kepada Hukumonline.

 

Untuk sementara, lanjut Aziz, bagi sektor usaha yang tidak tercantum dalam OSS, pengurusan perizinannya masih melalui proses yang telah berlaku selama ini. Ia menjelaskan, selain sektor usaha jasa hukum, terdapat sektor lain seperti minyak, gas dan pertambangan yang perizinannya tidak melalui OSS. Menurut Aziz, sektor minyak, gas dan pertambangan tersebut tingkat kompleksitasnya lebih rumit dibandingkan 20 sektor yang perizinannya dilakukan melalui OSS.

 

Selain itu, lanjut Aziz yang merupakan dosen pada Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) masih memliki wewenang mengurus sejumlah perizinan di luar 20 sektor yang terdapat pada Lampiran PP OSS. Sedangkan OSS sendiri bersifat mengintegrasikan perizinan dengan kementerian dan lembaga berwenang. (MJR)

Tags:

Berita Terkait