Sony Heru Prasetyo:
Penataan IUP Terus Dilakukan
Profil

Sony Heru Prasetyo:
Penataan IUP Terus Dilakukan

Jumlah izin pertambangan yang diterbitkan terus bertambah. Kini sudah lebih dari sepuluh ribu izin. Sayang, pengawasan perusahaan tambang dinilai masih lemah, terutama tambang di daerah.

RSP
Bacaan 2 Menit

Apa implikasi dari kelemahan UU Minerba?

Kalau bicara soal implikasi, tentu saja banyak aspek implikasinya dari berbagai macam sisi. Hanya, sekarang yang namanya gugatan akibat ketidakpuasan terhadap sebuah peraturan itu bisa diajukan oleh siapa saja. Terhadap keberlakuan UU Minerba ini kemungkinan akan ada pihak yang sepakat karena merasa diuntungkan dan juga ada pihak yang tidak sepakat terhadap UU ini karena merasa dirugikan. Orang yang merasa tidak sependapat dengan UU Minerba mengatakan bahwa karena kita punya mekanisme gugatan terhadap sebuah peraturan sebagai koridor hukum yang konstitusional, maka silahkan diajukan. Jadi, segala implikasi-implikasi yang menurut sebagian pihak adalah implikasi negatif silakan diajukan untuk diuji sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Pemerintah menghormati. Bahkan terhadap putusan Mahkamah Agung yang sebetulnya menurut kami tidak bisa dikeluarkan, kami pun tetap menghormati dan melaksanakan putusan itu. Meskipun kami yang buat aturan tersebut tapi pada saat ada lembaga negara yang menurut Undang-Undang Dasar punya kewenangan untuk mengeluarkan putusan tersebut, ya kita akan menghormatinya.

Bagaimana dengan aturan pelaksanaan atas UU Minerba?

Kalau peraturan pelaksana sendiri sebenarnya aturan ini akan terus ada, kita sudah menyiapkan mungkin sekitar 20 peraturan menteri untuk melaksanakan empat PP yang menjalankan amanat UU Minerba. Sebetulnya sudah hampir semua kita bahas, tapi sekarang yang menjadi masalah adalah ada wilayah pertambangan (WP) yang belum keluar. Kalau WP-nya belum keluar, maka praktis penerbitan IUP juga tidak bisa dilakukan. Oleh karena itu setelah WP itu keluar nanti akan kita keluarkan aturan mainnya. Sekarang sebetulnya sudah difinalisasikan, terkait dengan rancangan peraturan menteri yang sudah akan keluar, tapi masih menunggu WP.

Bagaimana dengan implementasi peraturan pelaksana tersebut?

Sampai sekarang kita sudah mempunyai 4 PP, bahkan ada satu PP yang sudah direvisi, PP No. 23 Tahun 2010 dengan PP No. 24 Tahun 2012. Kami mengharapkan PP itu agar bisa lebih operasional. Secara umum kita melihat ada kepatuhan dari pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengikuti itu, meskipun ada juga pihak yang tidak mematuhinya. Saya kira kalau kita bicara terkait dengan peraturan pelaksanaannya, ada sebagian pemerintah daerah yang patuh terhadap PP yang sudah keluar. Termasuk juga pengusaha.

Bagaimana aspek penegakan hukum lingkungan dalam UU Minerba?

Terkait dengan lingkungan, kita sudah punya PP khusus tentang itu, PP No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang. Jika kita melihat PP ini maka kita akan bicara mengenai UU Minerba terkait dengan lingkungan. Kalau yang ditanya pidana lingkungan maka pasti mengacu pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, tidak mengacu pada UU Minerba. Yang diatur dalam UU Minerba dan PP No. 78 ini adalah reklamasi dan kewajiban perusahaan setelah melakukan aktivitas produksi tambang. Jadi sebelum dia dapat IUP khususnya IUP eksplorasi, dia harus mengurus izin lingkungan terlebih dahulu, kemudian mengurus Amdal. Sehingga pada prinsipnya dia harus punya kelengkapan dokumen lingkungan untuk mendapatkan IUP operasi produksi.

Kalau dia tidak punya kelengkapan dokumen lingkungan maka tentu saja bisa dikenakan pidana sebagaimana yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009. Dalam reklamasi, pada dasarnya perusahaan tidak hanya bisa menambang  tapi juga bisa me-recovery, bisa mengembalikan lahan yang sudah rusak. Kita juga punya yang namanya jaminan reklamasi, pada saat mendapatkan IUP perusahaan harus bayar jaminan dalam bentuk deposito. Jika perusahaan tersebut tidak melakukan reklamasi atau me-recovery kerusakan lahan dari aktivitas penambangan maka dana yang dijaminkan itu bisa digunakan untuk menunjuk pihak ketiga atau pemerintah melakukan reklamasi.

Banyak orang meragukan kepastian hukum di sektor Minerba, khususnya di daerah.

Pada prinsipnya kita punya hierarki peraturan perundang-undangan sesuai UU No. 12 Tahun 2011. Prinsipnya, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Pengaturan apapun yang dibuat oleh pemerintah daerah, itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Jadi tidak masalah jika di tataran daerah perda itu mengatur apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan aturan yang ada.

Kalau terjadi perbedaan pendapat Pusat dan daerah dalam hal izin tambang?

Tentu saja jika terjadi perbedaan pendapat kan sudah ada forumnya. Forum untuk menyelesaikannya adalah di pengadilan, apakah itu melalui judicial review  di Mahkamah Agung ataukah lewat Mahkamah Konstitusi. Jadi saya kira sekarang dengan adanya dua lembaga itu semua pihak, termasuk pemerintah daerah punya hak untuk menguji aturan yang lebih tinggi. Prinsipnya kita menghormati warga negara, termasuk pemerintah daerah yang melakukan upaya hukum berdasarkan aturan. Kita tidak ingin destruktif, jika ada problem hukum yang dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan nyata di daerah. Jika tidak setuju maka ajukanlah ke pengadilan bukan melakukan upaya-upaya yang destruktif.

Apa konsekuensi pengaturan izin tambang minerba bagi pertumbuhan investasi?

Jika kita berbicara mengenai investasi, tentu saja yang namanya tambang minerba ini sangat seksi sekali. Dari tahun 1967 yang namanya investasi di sektor tambang itu sangat besar meskipun tidak sebesar migas. Sekarang sebetulnya dengan kita mengeluarkan kebijakan clean and clear (CnC), sebetulnya dari sisi investasi ini sangat baik sekali, karena sekarang investor yang ingin menanam saham di Indonesia itu hanya tinggal melihat saja. Misalnya, perusahaan yang mau dimasuki itu bagus atau tidak, tinggal kita lihat saja dari status CnC perusahaan yang bersangkutan. Tidak seperti membeli kucing dalam karung. Banyak investor yang sudah menanam saham tapi ternyata izinnya bodong atau statusnya tidak CnC. Sekarang dengan adanya kebijakan CnC ini maka sudah lebih aman karena pemerintah sudah melakukan evaluasi terhadap izin-izin yang sudah ada. Mudah-mudahan dari sisi investasi, terkait dengan adanya penataan IUP bisa lebih baik. Kemudian, kebijakan peningkatan nilai tambah juga mendorong para investor untuk menanamkan sahamnya di Indonesia melalui pembangunan smelter. Ini kan peluang bisnis yang luar biasa.

Kita sekarang sudah punya satu Standard Operational Procedure terkait dengan pemrosesan IUP CnC. Kalau ada perusahaan atau pemerintah daerah mengajukan, syaratnya tidak lengkap maka kita akan telpon dan mengarahkannya untuk melengkapi sendiri syaratnya. Apabila sudah melengkapi syarat dengan bukti pemberian sertifikat, maka dia diarahkan untuk datang sendiri ke Kementerian ESDM. Dalam SOP kita menghindari adanya perantara-perantara atau jasa orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang menghubungkan antara pemerintah dengan pihak perusahaan. Sekarang pelaku perusahaan langsung berhubungan dengan pemerintah, bahkan sekarang kita sudah manjalankan sistem pelayanan terpadu satu pintu untuk proses pemberian IUP CnC.    

Tags:

Berita Terkait