Stafsus Ahok Dicegah, Pengacara Sanusi: Sunny Pihak Yang Mengatur
Berita

Stafsus Ahok Dicegah, Pengacara Sanusi: Sunny Pihak Yang Mengatur

Ahok mengaku Sunny tidak pernah terlibat proyek.

NOV/ANT
Bacaan 2 Menit
M Sanusi. Foto: RES
M Sanusi. Foto: RES
KPK mencegah dua orang saksi kasus dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, untuk berpergian ke luar negeri.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan dua orang tersebut adalah Sunny Tanuwidjaja yang merupakan Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dan Direktur PT Agung Sedayu Richard Halim Kusuma. “Dicegah sampai enam bulan ke depan,” katanya, Kamis (7/4).

Pencegahan dilakukan agar sewaktu-waktu penyidik membutuhkan keterangan, Sunny dan Richard tidak sedang berada di luar negeri. Namun, Priharsa belum mengetahui bagaimana sebenarnya peran Sunny dan Richard dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi ini.

Priharsa juga belum mengetahui apakah ada aliran dana ke pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, sehingga Sunny dicegah. Mengingat pembahasan Raperda dilakukan oleh eksekutif dan legislatif, penyidik perlu mendalami keterangan para saksi, termasuk dari Pemprov maupun DPRD DKI Jakarta.

Menurutnya, pemeriksaan saksi-saksi tersebut untuk mengetahui secara detail materi atau substansi apa yang dicoba untuk dinegosiasikan tersangka pemberi dan penerima suap. Ia belum bisa memastikan apakah Sunny ini yang menjadi penghubung antara pihak pengembang, DPRD, dan Pemprov DKI Jakarta.

Mengenai peran Sunny, pengacara Sanusi, Krisna Murthi mengungkapkan, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kliennya, Sunny merupakan pihak yang mengatur dari pada inisiator, baik dari pengusaha ke eksekutif, maupuan dari eksekutif ke legislatif. Padahal, Sunny sendiri bukan lah siapa-siapa di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

“Sunny ini disebut dalam keterangan BAP klien saya. Kelihatannya, tiga pilar ini (pengusaha, eksekutif, legislatif), berperan sekali Sunny. Kalau kita tahu, Sunny sendiri bukan siapa-siapa. Mungkin dari keterangan-keterangan yang dirangkum, penyidik bisa melihat sejauh mana peranan Sunny,” ujarnya kepada hukumonline.

Krisna mempersilakan penyidik untuk mendalami lebih jauh bagaimana sebenarnya peranan Sunny dalam kasus dugaan suap yang menjerat Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja. Siapa Sunny akan terungkap dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan tersangka.

Terpisah, Ahok menyatakan bahwa Sunny tidak pernah terlibat dalam proyek apapun. Lagipula, Sunny bukan lah staf khususnya atau anak magang. Ahok mengaku, hubungannya dengan Sunny sudah seperti teman. “Tapi kalau orang mau bilang staf khusus, ya bisa saja," ucapnya.

Ahok menceritakan, pertama kali bertemu dengan Sunny pada 2009 karena diminta untuk menjadi pembicara dalam acara Labour Day di Amerika Serikat. Kemudian, mereka bertemu lagi pada 2010. Sejak itu, keduanya menjadi sering bertemu dan akhirnya bertemen. Ahok juga tidak pernah membayar atau menggaji Sunny.

Selain itu, karena bukan termasuk staf atau anak magang, Sunny tidak pernah melaporkan kegiatannya setiap hari kepada Ahok, seperti yang harus dilakukan oleh staf atau anak magang lainnya. Sunny diketahui pula pernah bergabung dengan lembaga kajian dan riset opini publik bernama Center for Democracy and Transparency (CDT).

Ketika Sunny hendak menyusun disertasi, Ahok meminta Sunny tidak lagi bergabung dengan CDT, sehingga lebih fokus dengan disertasinya. “Dia ikut lembaga itu karena katanya ingin tahu gaya kepemimpinan saya. Makanya, saya pernah ajak dia ketemu Ibu Megawati, Pak Surya Paloh dan lain-lain. Dia cuma mau tahu saja," tuturnya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Sanusi, Ariesman, dan  Trinanda Prihantoro sebagai tersangka. Ariesman melalui Trinanda diduga memberikan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Sanusi yang juga politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) untuk mempengaruhi pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta.

Dari penangkapan Sanusi, KPK menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar. KPK kembali menyita uang sekitar Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi. KPK telah mengajukan cegah ke Direktorat Jenderal Imigrasi terhadap tiga orang saksi, diantaranya bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan.

Untuk diketahui, selain anak usaha APL, PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha Agung Sedayu Group, PT Kapuk Naga Indah juga mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi. PT Muara mendapatkan izin untuk pelaksanaan reklamasi pantai di pulau G (Pluit City), sedangkan PT Kapuk di pulau C, D, dan E.
Tags:

Berita Terkait