Status TAP MPR tentang HM Soeharto Pasca Amandemen UUD
Fokus

Status TAP MPR tentang HM Soeharto Pasca Amandemen UUD

TAP MPR Nomor XI/MPR 1998 sempat ramai dibicarakan ketika kejaksaan ingin mengadili Mantan Presiden Soeharto. Apakah TAP MPR tersebut masih berlaku?

M-1
Bacaan 2 Menit

 

Terkait dengan eksistensi TAP MPR No XI/MPR/1998, Maria memberikan parameternya dengan melihat kebijakan presiden dalam penyelesaian kasus Soeharto. Kalau ia (dalam menyelesaikan kasus Soeharto) melandaskan itu (berdasarkan TAP MPR No. XI/MPR/1998) berarti TAP itu masih berlaku.

 

Substansi TAP tersebut menurut Prof. Soemantri bisa ada tiga kemungkinan. Pertama, substansi itu dinyatakan sudah tidak berlaku lagi. Kalau tidak berlaku maka tidak mungkin dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Kedua, dinyatakan masih berlaku , maka harus ada tuntutan hukum di pengadilan. Ketiga seperti yang dinyatakan Abdurrahman Wahid karena ada kejahatan dan jasa-jasanya maka diadili dahulu, setelah ada putusan, baru kemudian diadakan putusan untuk tidak menjalankan putusan itu. Artinya terhadap yang bersangkutan diberikan maaf.

 

TAP MPR No. XI/MPR/1998 merupakan TAP yang unik karena TAP tersebut menyebutkan secara khusus nama HM Soeharto, yang berarti bersifat konkrit individual. Itu satu-satunya TAP MPR yang menyebut nama orang. Tapi itu keputusan politik waktu itu, jelas Prof. Soemantri.

 

Dalam doktrin, UU harus bersifat umum sehingga tidak konkret individual artinya tidak ditujukan kepada seseorang secara khusus, sehingga tidak boleh menyebut nama. TAP MPR pun sebenarnya berlaku ketentuan serupa.

 

Untuk menyiasati hal tersebut, dalam pembuatan UU sebagai hasil transformasi TAP MPR No. XI/MPR/1998, Prof. Soemantri mengusulkan agar subjek-subjek yang menjadi tujuan undang-undang bisa disebut secara umum misalnya sebagaimana yang tercantum dalam TAP MPR 1998, jadi tidak disebutkan namanya, tetapi disebut TAP MPR.

 

Akan seperti apakah bentuk UU hasil transformasi, Prof. Soemantri menyerahkan hasil tersebut kepada keputusan politik pembentuk UU. Maunya alternatif yang pertama, kedua atau ketiga. Atau mungkin ada alternatif lain, jawabnya.

 

Terkait adanya keinginan beberapa pihak untuk menyelesaikan kasus mantan presiden Soeharto seperti dengan kasus mantan presiden Soekarno, dengan cara melupakan, memberikan maaf serta merehabilitasi keduanya, baik Prof Soemantri dan Maria Farida tidak setuju.

Halaman Selanjutnya:
Tags: