Strategi OJK, Kemenkominfo dan Polri Berantas Pinjol Ilegal
Terbaru

Strategi OJK, Kemenkominfo dan Polri Berantas Pinjol Ilegal

Sedang disiapkan undang-undang yang akan mengatur tentang teknologi finansial atau fintech.

CR-27
Bacaan 4 Menit
Diskusi OJK bertema Pemberantasan Pinjol Ilegal.
Diskusi OJK bertema Pemberantasan Pinjol Ilegal.

Pinjaman online (Pinjol) ilegal semakin marak terjadi di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sedang menyiapkan undang-undang yang mengatur tentang teknologi finansial atau fintech. Selain itu, Satgas Waspada Investasi (SWI) tengah membuat platform khusus untuk permasalahan ini.

“Hingga tahun 2021 OJK telah memberantas lebih dari 700 pinjaman online ilegal,” ungkap Ketua SWI Tongam Lumban Tobing dalam diskusi daring OJK, Selasa (9/11).

Menurut Tongam, masyarakat yang terjebak dalam pinjaman online ilegal sesungguhnya meminjam bukan untuk kebutuhan-kebutuhan yang mendesak, melainkan kebutuhan yang sebetulnya bisa ditunggu. Kelompok masyarakat ini meminjam dengan kemampuan yang sebetulnya tidak ada namun tetap memaksakan diri.

Tongam menambahkan bahwa sejauh ini telah banyak strategi OJK dalam memberantas pinjaman online ini. OJK membuat regulasi yaitu Peraturan OJK (POJK) 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Iinformasi dan rencana permodalan, governance, manajemen risiko, perizinan, dan kelembagaan.

“Hal ini membuktikan OJK sangat cepat merespons pertumbuhan dan menata pinjaman online agar terkoordinir,” ujar Tongam.

OJK juga turut melakukan moratorium terhadap fintech lending yang telah terdaftar dan tidak menerima pendaftaran fintech lending baru. Bagi fintech lending yang telah terdaftar terus ditingkatkan agar meningkatkan layanan yang telah ada sebelumnya.

“OJK juga tidak lupa melakukan imbauan penurunan bunga sebesar 50% dari 0,8% menjadi 0,4% per hari kepada fintech lending,” ujar Tongam. (Baca: Tiga Aspek Penting dalam Regulasi Fintech)

Tidak hanya memperketat masuknya fintech lending baru, OJK juga memberikan edukasi dengan bekerja sama dengan media radio, media televisi, media koran, perusahaan transportasi dan berbagai instansi lain untuk melakukan edukasi.

Tongam mengakui bahwa OJK tidak bisa berperan sendiri dalam pemberantasan pinjaman online ilegal, oleh karena itu, OJK turut bekerjasama dengan sejumlah institusi seperti BI, Polri, Kemenkominfo dan juga Kemenkop UKM. Bersatu padunya beberapa instansi tersebut untuk memperkuat pemberantasan pinjaman online mulai dari pencegahan, penanganan pengaduan masyarakat dan penegakan hukum.

OJK juga memiliki solusi pemberantasan pinjaman online ilegal ini dalam dua waktu, yaitu jangka waktu pendek dan jangka menengah panjang. Untuk jangka pendek, OJK berfokus pada literasi masyarakat mengenai keuangan dengan memberikan edukasi masyarakat. Pemblokiran juga menjadi langkah selanjutnya yang dilakukan OJK, dan faktor yang paling menentukan dari pemberantasan pinjaman online ilegal ini adalah penegakan hukum.

“Masih banyaknya masyarakat kita yang masih sulit dalam kondisi keuangan, namun memiliki akses internet yang cukup besar membuat masyarakat ini dapat memperoleh akses ke pinjaman-pinjaman online yang belum terbukti legal maupun ilegal,” kata Tongam.

Oleh karena itu, OJK memberikan solusi jangka menengah panjang untuk membuka akses pendanaan yang lebih luas kepada masyarakat, memfasilitasi program untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan tentunya membuat Undang-Undang perlindungan data pribadi dan Undang-Undang fintech.

“Pinjaman online ini harus segera diberantas lantaran tidak hanya mencekik masyarakat dengan bunga yang terus membesar, namun juga pinjaman online ilegal ini dikhawatirkan akan membahayakan nyawa nasabah,” ujar Tongam.

Salah satu kasus yang ditangani oleh Polda Depok baru-baru ini adalah salah satu warga di Depok gantung diri di rumahnya sendiri lantaran tidak kuat menerima ancaman dari pinjaman online ilegal setiap harinya. Tidak hanya mengancam nasabah, pinjaman online ini juga mengancam kerabat terdekat nasabah dengan mengakses secara ilegal data pribadi nasabah.

Sejauh ini Mabes polri dan bareskrim telah mengusut 375 kasus terkait pinjaman ilegal online di seluruh Indonesia dengan kasus terbanyak berada di DKI Jakarta. Mabes polri juga turut membentuk satgas pemberantasan pinjaman online ilegal sehingga masyarakat bisa melakukan pengaduan kepada Polri apabila merasa terancam oleh pinjaman online ilegal.

Kerjasama OJK dan Kemenkominfo

Dalam UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pemanfaatan teknologi informasi memiliki tujuan salah satunya adalah membuka kesempatan kepada perseorangan untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggungjawab.

Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Anthonius Malau, mengatakan adanya pinjaman online ilegal ini menimbulkan rasa tidak aman di masyarakat dan perlu adanya pemblokiran dari Kemenkominfo tanpa tawar menawar dan tanpa adanya tahapan verifikasi. Jika ditemukan kecurigaan, maka platform pinjaman online tersebut langsung di blokir.

Terhitung 1 Januari hingga 8 November 2021 sudah ada total 12.885 jumlah aduan masyarakat terhadap peminjaman online. Aduan ini lalu diserahkan kepada Polri untuk ditindaklanjuti.

Sedangkan aduan OJK untuk penanganan fintech ilegal kepada kemenkominfo yaitu sebanyak 4.895 aduan per 8 November 2021. Aduan ini berupa pinjaman online ilegal yang menggunakan platform website dan media sosial.

Alur dalam penanganan konten fintech ilegal pada aplikasi yaitu dimulai dari Kemenkominfo menerima aduan baik itu dari laporan masyarakat, patroli siber atau dari OJK untuk selanjutnya direkomendasikan penanganan pemblokiran konten.

“Laporan hasil rekomendasi ini lalu diverifikasi untuk ditindaklanjuti dan dilakukan penindakan dan akhirnya dilakukan pemblokiran,” kata Anthonius.

Saat ini ada 104 penyelenggara lending fintech yang terdaftar di OJK serta daftar nama pinjaman online legal yang bisa di cek di situs resmi OJK.

Sementara, Kasubit II DITTIPID Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Riski A. Prakoso, mengatakan meningkatnya pinjol ilegal lantaran tingginya angka kebutuhan masyarakat di masa pandemi. Sayangnya, masyarakat terjebak dengan cara meminjam dari aplikasi bodong alias ilegal.

"Ciri pinjol ilegal ini tidak terdaftar di OJK dan tidak tergabung dalam asosiasi Fintech. Lalu suku bunga pinjaman tinggi, biaya tambahan penagihan, teror dan tidak memiliki layanan yang jelas," kata Riski.

Tags:

Berita Terkait