Sudah Ada UU Khusus, Jaksa Tetap Gunakan KUHP
Utama

Sudah Ada UU Khusus, Jaksa Tetap Gunakan KUHP

Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 mengenal istilah “tindak pidana administrasi kependudukan”.

Rfq/Mys
Bacaan 2 Menit

 

Perbandingan KUHP dan UU Adminduk

Uraian

KUH Pidana

UU Adminduk

Tindak pidana

Menyuruh menempatkan keterangan palsu sehingga mendatangkan kerugian; sengaja menggunakan akte palsu; dan memalsukan surat (ps 266 dan 263)

Dengan sengaja memalsukan surat/dokumen kepada institusi pelaksana dalam melaporkan peristiwa kependudukan.

Subjek hukum

Barangsiapa

Setiap penduduk

Maksimal hukuman penjara

7 tahun

6 tahun

 

Sutikno, penuntut umum kasus Alterina, tetap berpendapat KUH Pidana lebih pas digunakan kepada Alterina ketimbang UU Adminduk. Kepada hukumonline, Sutikno mengatakan apa yang ia dakwakan lebih kepada pemalsuan bukti otentik atau bukti surat. UU Adminduk, kata Sutikno, “lebih kepada tata cara untuk pindah tata cara mengajukan perubahan alat kelamin”.  Sedangkan dakwaan yang dia susun lebih pada pemalsuan KTP, kartu keluarga dan juga akta. “Ini pemalsuan bukti otentik atau bukti surat,” ujarnya.

 

Pengacara Alterina, Jou Hasyim Waimahing, mengatakan sudah memasukkan UU Adminduk ke dalam eksepsi. Cuma, majelis hakim menepis karena dalam perkara ini jaksa lebih menititikberatkan pada pemalsuan dokumen ketimbang pelanggaran administrasi kependudukan. Bagi Jou Hasyim, dengan adanya UU Adminduk yang bersifat khusus, seyogianya KUHP tak dipakai lagi. “Seharusnya UU No. 23 Tahun 2006 yang dterapkan, dan tidak boleh lagi KUHP,” ujarnya kepada hukumonline.

 

Namun, Jou Hasyim tak menampik bahwa akte kelahiran kliennya sudah diterbitkan sebelum UU Adminduk berlaku. Permohonan perubahan dokumen kependudukan diajukan pada 18 Desember 2006. UU Adminduk disahkan dua pekan kemudian. Meskipun demikan, tim pengacara Alterina tetap memasukkan poin UU Adminduk dalam pembelaan. Pihaknya juga mengajukan ahli yang akan membedah UU Adminduk tersebut.  

 

UU Adminduk tidak secara tegas menafikan keberadaan KUH Pidana, khususnya pasal yang berkaitan dengan pidana administrasi kependudukan. Tetapi pasal 106 UU ini mencabut dan menyatakan tidak berlaku enam peraturan keperdataan. Keenam peraturan yang dicabut adalah Buku I Bab Kedua dan Bab Ketiga KUH Perdata, Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Eropa (Staatblad 1946 No. 1361), Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Cina (Staatblad 1946 No. 146), Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Indonesia, Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Kristen Indonesia, dan UU No. 4 Tahun 1961 tentang Perubahan atau Penambahan Nama Keluarga.

Tags: