Suhartoyo Ingatkan Hakim Konstitusi 'Haram' Cawe-Cawe Tangani Perkara PHPU
Terbaru

Suhartoyo Ingatkan Hakim Konstitusi 'Haram' Cawe-Cawe Tangani Perkara PHPU

Dalam PHPU, pembuktikan dalil yang dijadikan dasar dalam argumentasi para pihak yang bersengketa. Bila hakim konstitusi ikut campur, boleh jadi telah terjadi keberpihakan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo. Foto: DAN
Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo. Foto: DAN

Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menggelar simulasi akbar dalam penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024. Berbagai persiapan pun sudah dilakukan, mengingat potensi sengketa perolehan hasil pemilu di tengah dugaan banyak kecurangan marak terjadi pada Pemilu 2024. Tapi tak kalah penting, aktor penting dalam penanganan PHPU yakni hakim konstitusi tak boleh main-main alias cawe-cawe. Karenanya, menjadi haram hakim konstitusi bila memiliki konflik kepentingan dalma penanganan perkara PHPU.

Ketua MK, Suhartoyo mewanti-wanti sembilan hakim konstitusi agar mengedepankan etika profesi dan tegak lurus terhadap aturan serta bukti-bukti di persidangan nantinya dalam penanganan perkara PHPU. Karenanya dalam proses pembuktian dalam menangani sengketa PHPU pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres maupn pemilu anggota legislatif, Suhartoyo melarang keras hakim cawe-cawe.

“Kalau pertanyaan tadi ‘Apakah boleh hakim mengadili dalam perkara (sengketa) pileg dan pilpres nanti bisa aktif memanggil pihak ahli ke persidangan?’, saya tegaskan itu tidak bisa,” ujarnya di Bogor, Rabu (6/3/2024) sebagaimana dikutip dari Antara.

Dia menerangkan dalam PHPU, pembuktikan dalil yang dijadikan dasar dalam argumentasi para pihak yang bersengketa. Nah, bila hakim konstitusi ikut campur, boleh jadi telah terjadi keberpihakan. Padahal dalam menangani perkara, hakim mesti netral serta memutus perkara berdasarkan bukti di persidangan.

“Jadi semua itu harus dibawa ke persidangan, dibuktikan oleh para pihak. Tidak boleh itu hakim cawe-cawe,” katanya.

Baca juga:

Mantan hakim tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Bali itu menjelaskan sengketa pemilu atau PHPU bersifat interpartes. Yakni terdapat dua pihak yang bersengketa, ada pihak pemohon dan termohon. Nah, hal tersebut berbedahalnya dengan perkara pengujian undang-undang atau judicial review  yang tidak terdapat lawan. Memang terdapat pemohon, namun tidak terdapat pihak termohon.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait