Jimmy berpendapat seyogyanya surat gubernur DKI tersebut terlebih dahulu ditujukan kepada pejabat yang menerbitkan atau menandatangani HGB atas ketiga pulau tersebut yakni Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara. Kemudian ditindaklanjuti dengan bersurat ke atasan pejabat tersebut, dalam hal ini Menteri ATR. Hal ini dimaksudkan agar tidak memperlihatkan kegaduhan antar penyelenggara pemerintahan kepada publik.
Pasalnya, dalam Hukum Administrasi Negara, dikenal asas Ius Contrarius Actus, yaitu pihak yang mengeluarkan Keputusan, maka pihak tersebutlah yang harus membatalkan. Asas ini sejalan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 18 Tahun 2017, dimana penerbitan HGB didelegasi kewenangannya kepada Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Kanwil BPN.
"Namun, asas ini sudah mengalami perluasan makna yang tidak hanya pejabat yang mengeluarkan keputusan tersebut, tetapi termasuk atasan dari pejabat tersebut," lanjutnya.
Pasal 4 menentukan, Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai:
Sedangkan Pasal 9, mengatur bahwa Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai:
|
Untuk diketahui, asas contratius actus dalam hukum administrasi negara adalah Badan atau Pejabat TUN yang menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang membatalkannya. Asas ini juga berlaku meskipun dalam keputusan TUN tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim, apabila di kemudian hari ternyata ada kekeliruan atau kekhilafan, maka keputusan ini akan ditinjau kembali.
Praktiknya, apabila sebuah Keputusan TUN terdapat kekeliruan administratif atau cacat yuridis yang berhak mencabut suatu Keputusan TUN adalah pejabat/instansi yang mengeluarkan Keputusan TUN itu sendiri dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau lebih tinggi. Di samping itu, proses pencabutan Keputusan TUN harus memperhatikan asas dan ketentuan yang berlaku, kecuali undang-undang dengan tegas melarang untuk mencabutnya.
Setiap Pejabat TUN ketika mengetahui keputusan yang diterbitkan bermasalah, dapat langsung memperbaiki atau membatalkan secara langsung tanpa harus menunggu pihak lain keberatan atau mengajukan gugatan ke PTUN. Namun, pencabutan ataupun pembatalan suatu keputusan (beschikking) lewat jalur Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sepanjang memiliki sifat-sifat sebuah Keputusan TUN menjadi kewenangan Pengadilan TUN.