Surat Pembatalan HGB Pulau Reklamasi, Begini Pandangan Pakar Hukum
Utama

Surat Pembatalan HGB Pulau Reklamasi, Begini Pandangan Pakar Hukum

Seyogyanya surat gubernur DKI tersebut terlebih dahulu ditujukan kepada pejabat yang menerbitkan atau menandatangani HGB atas ketiga pulau tersebut. Kemudian ditindaklanjuti dengan bersurat ke atasan pejabat tersebut yakni Menteri ATR. Ini jika dilihat menggunakan pendekatan contrarius actus.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

Jimmy berpendapat seyogyanya surat gubernur DKI tersebut terlebih dahulu ditujukan kepada pejabat yang menerbitkan atau menandatangani HGB atas ketiga pulau tersebut yakni Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara. Kemudian ditindaklanjuti dengan bersurat ke atasan pejabat tersebut, dalam hal ini Menteri ATR. Hal ini dimaksudkan agar tidak memperlihatkan kegaduhan antar penyelenggara pemerintahan kepada publik.

 

Pasalnya, dalam Hukum Administrasi Negara, dikenal asas Ius Contrarius Actus, yaitu pihak yang mengeluarkan Keputusan, maka pihak tersebutlah yang harus membatalkan. Asas ini sejalan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 18 Tahun 2017, dimana penerbitan HGB didelegasi kewenangannya kepada Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Kanwil BPN.

 

"Namun, asas ini sudah mengalami perluasan makna yang tidak hanya pejabat yang mengeluarkan keputusan tersebut, tetapi termasuk atasan dari pejabat tersebut," lanjutnya.

 

Pasal 4 menentukan, Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai: 

  1. pemberian Hak Guna Bangunan untuk orang perseorangan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 3.000 M2 (tiga ribu meter persegi); 
  2. pemberian Hak Guna Bangunan untuk badan hukum atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 20.000 M2 (dua puluh ribu meter persegi); dan 
  3. pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan.

Sedangkan Pasal 9, mengatur bahwa  Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai: 

  1. pemberian Hak Guna Bangunan untuk orang perseorangan atas tanah yang luasnya lebih dari 3.000 M2 (tiga ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 10.000 M2 (sepuluh ribu meter persegi); 
  2. pemberian Hak Guna Bangunan untuk badan hukum atas tanah yang luasnya lebih dari 20.000 M2 (dua puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 150.000 M2 (seratus lima puluh ribu meter persegi)

 

Untuk diketahui, asas contratius actus dalam hukum administrasi negara adalah Badan atau Pejabat TUN yang menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang membatalkannya. Asas ini juga berlaku meskipun dalam keputusan TUN tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim, apabila di kemudian hari ternyata ada kekeliruan atau kekhilafan, maka keputusan ini akan ditinjau kembali.

 

Praktiknya, apabila sebuah Keputusan TUN terdapat kekeliruan administratif atau cacat yuridis yang berhak mencabut suatu Keputusan TUN adalah pejabat/instansi yang mengeluarkan Keputusan TUN itu sendiri dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau lebih tinggi. Di samping itu, proses pencabutan Keputusan TUN harus memperhatikan asas dan ketentuan yang berlaku, kecuali undang-undang dengan tegas melarang untuk mencabutnya.

 

Setiap Pejabat TUN ketika mengetahui keputusan yang diterbitkan bermasalah, dapat langsung memperbaiki atau membatalkan secara langsung tanpa harus menunggu pihak lain keberatan atau mengajukan gugatan ke PTUN. Namun, pencabutan ataupun pembatalan suatu keputusan (beschikking) lewat jalur Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sepanjang memiliki sifat-sifat sebuah Keputusan TUN menjadi kewenangan Pengadilan TUN.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait