Surat Pembatalan HGB Pulau Reklamasi, Begini Pandangan Pakar Hukum
Utama

Surat Pembatalan HGB Pulau Reklamasi, Begini Pandangan Pakar Hukum

Seyogyanya surat gubernur DKI tersebut terlebih dahulu ditujukan kepada pejabat yang menerbitkan atau menandatangani HGB atas ketiga pulau tersebut. Kemudian ditindaklanjuti dengan bersurat ke atasan pejabat tersebut yakni Menteri ATR. Ini jika dilihat menggunakan pendekatan contrarius actus.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

“Ini masih bisa diajukan sepanjang ada aduan keberatan terlebih dulu kepada atasan terkait (Menteri ATR),” kata Jimmy. Baca Juga: KPK Dalami Keuntungan Korporasi dari Reklamasi Teluk Jakarta

 

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencabut sertifikat HGB di sejumlah pulau hasil Reklamasi Teluk Jakarta. Hal tersebut ia sampaikan dalam surat resmi Gubernur DKI Jakarta Nomor 2373/-1.794.2 bertanggal 29 Desember 2017. Dalam suratnya, Anies meminta Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia untuk tidak menerbitkan dan/atau membatalkan segala Hak Guna Bangunan untuk pihak ketiga atau pulau hasil reklamasi antara lain Pulau C, D dan Pulau G.

 

Merujuk surat tersebut, Anies menilai keluarnya HGB, khususnya pulau D tidak sesuai dengan peraturan yang ada lantaran sertifikat tersebut diberikan sebelum disahkannya dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang menjadi dasar hukum pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta yakni, Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura) dan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

 

Anies juga menyampaikan Pemprov DKI sedang mengkaji kembali dua Raperda Reklamasi secara komperhensif dan mendalam untuk disesuaikan dengan kondisi wilayah Pantai Utara Jakarta yang sekarang dan akan datang. "Sejauh ini, dalam reviu awal, telah ditemukan dampak buruk dari kebijakan ini dan indikasi dugaan dan cacat prosedur dalam pelaksanaan reklamasi ini," kata Anies dalam surat tersebut.

 

Jika dirunut kembali, keluarnya sertifikat HGB untuk pulau hasil reklamasi Teluk Jakarta berangkat setelah BPN memberikan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) untuk Pulau C dan D Reklamasi Teluk Jakarta kepada Pemprov DKI pada 19 Juli 2017. Atas dasar itu, Pemprov DKI kemudian mendatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan pengembang reklamasi, yakni PT Kapuk Naga Indah terkait pemanfaatan pulau tersebut.

 

Pada 11 Agustus 2017, poin-poin kerja sama pemanfaatan Pulau D disepakati kedua belah pihak. Namun, karena dua Perda yang menjadi dasar hukum pelaksanaan reklamasi masih dibahas di DPRD, maka kesepakatan itu didasari oleh Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta serta perjanjian kerja sama antara Pemprov dan pengembang pada 1997. Dengan begitu, pengembang tidak terkena kewajiban kontribusi tambahan 15 persen seperti direncanakan diatur Perda, tetapi hanya membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar lima persen dari NJOP untuk mengantongi sertifikat HGB.

 

Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta kemudian melalui surat tertanggal 23 Agustus 2017 mengeluarkan penetapan NJOP untuk Pulau C dan Pulau D. Sehari kemudian, Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara meneken sertifikat HGB Pulau D. Berdasarkan keterangan resmi dari Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta pada 29 Agustus 2017 lalu, penerbitan sertipikat HGB di atas HPL Pulau D seluas 3,12 juta M2  telah sesuai peraturan yang berlaku. Kepala Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta, M. Najib Taufieq waktu itu mengatakan PT Kapuk Naga Indah berhak atas sertifikat HGB sebagaimana pihak yang ditunjuk Pemprov DKI Jakarta.

Tags:

Berita Terkait