Tanggung Jawab Perdata atas Cacat Barang dalam Transaksi Online

Tanggung Jawab Perdata atas Cacat Barang dalam Transaksi Online

Penjual bertanggung jawab jika sejak awal mengetahui cacat pada barang. Jika secara sengaja tidak mengirimkan barang sesuai pesanan, penjual bisa dibawa ke ranah pidana. Pembeli yang tidak mengajukan komplain atas cacat dianggap menerima barang yang dibeli.
Tanggung Jawab Perdata atas Cacat Barang dalam Transaksi Online

Teknologi memudahkan orang untuk memesan atau membeli barang. Kini, banyak tempat belanja daring, masing-masing memberikan tawaran menarik bagi konsumen. Jenis barang yang dapat dibeli pun sangat beragam. Konsumen benar-benar dimanjakan. Dalam kehidupan sehari-hari warga banyak bersinggungan dengan perjanjian pembelian barang secara elektronik. Pada umumnya, perjanjian jual beli secara elektronik ini dicirikan oleh: adanya klausula-klausula perjanjian, perjanjian disediakan secara elektronik, kehadiran fisik para pihak tidak diperlukan, perjanjian terjadi di jaringan publik sehingga sistemnya terbuka; dan perjanjian terbebas dari batas yurisdiksi karena orang dari wilayah mana pun bisa memanfaatkannya.

Sayangnya, konsumen sering mengabaikan ‘syarat dan ketentuan berlaku’, atau klausul-klausul perjanjian yang sudah disusun. Tanpa membaca secara detail perjanjian belanja online, konsumen sering dihadapkan pada persoalan hukum yang muncul. Dalam transaksi jual beli, ada tiga kemungkinan yang terjadi. Pertama, barang yang diterima sesuai pesanan. Kedua, barang yang diterima berbeda dari yang dipesan. Ketiga, jenis barang yang diterima sesuai pesanan tetapi mengandung cacat. Bisa jadi cacat barang itu tersembunyi, atau sengaja disembunyikan oleh penjual.

Pertanyaannya, apakah kondisi cacat pada produk jual beli online bisa dikenakan pertanggungjawaban atas kondisi cacat tersembunyi seperti yang diatur dalam KUH Perdata? Atau kondisi cacat tersebut tetap masuk dalam kategori barang yang dipesan tidak sesuai dengan deskripsi barang pesanan? Apa yang membedakannya? Bagaimana penyelesaiannya? Bagaimana jika locus penjual misalnya di China, locus pembeli berada di Indonesia namun klausul penyelesaian sengketa (choice of forum) yang dipersyaratkan platform online adalah Pengadilan di Negara Singapura?

Sudah barang tentu akan jauh lebih mahal biaya berperkara di Singapura ketimbang harga produk yang misalnya satu juta rupiah. Lantas apakah pembeli harus pasrah dalam kondisi ini? atau ada jalan lain untuk mendapatkan pertanggungjawaban? Bagaimana tanggapan pakar dan akademisi soal ini?

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional