Tarik Ulur Penetapan Anggota Fraksi untuk Alat Kelengkapan Dewan
Berita

Tarik Ulur Penetapan Anggota Fraksi untuk Alat Kelengkapan Dewan

Hanya 5 fraksi yang menyerahkan nama anggotanya untuk mengisi alat kelengkapan dewan. Alasannya, menunggu Presiden Jokowi mengumumkan susunan kabinet.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Tarik Ulur Penetapan Anggota Fraksi untuk Alat Kelengkapan Dewan
Hukumonline
Setelah melalui perdebatan panjang, rapat paripurna DPR akhirnya menetapkan sejumlah nama anggota fraksi untuk alat kelengkapan dewan. Dari sepuluh fraksi yang ada di DPR, hanya lima fraksi yang memberikan nama yang disodorkan untuk menempati alat kelengkapan dewan.

Kelima fraksi itu adalah Gerindra, PKS, Golkar, PAN dan Demokrat. Alat kelengkapan dewan itu adalah Komisi, Baleg, Badan urusan Rumah Tangga (BURT), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Badan Musyawarah, Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP), dan Banggar.

“Sepakat mengesahkan nama anggota fraksi yang sudah diserahkan dalam alat kelengkapan dewan. Kemudian fraksi yang belum menyerahkan segera atau secepat mungkin menyerahkan nama sebagaimana tata tertib sesuai batas waktu yang ditentukan,” ujar pimpinan rapat paripurna yang juga Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan, di Gedung DPR, Selasa (21/10).

Kesepakatan itu diambil setelah dilakukan lobi antara pimpinan DPR dengan sejumlah pimpinan fraksi. Dalam rapat paripurna, sebagian fraksi yang belum menyerahkan nama meminta agar ditunda pengesahan nama anggota fraksi tersebut. Alasannya, menunggu kabinet bentukan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Ahmad Ali, misalnya. Anggota dari Fraksi Nasional Demokrat (F-Nasdem) itu mengatakan, rapat paripurna kali ini merupakan kelanjutan dari rapat paripurna yang digelar pada Kamis (16/10) pekan lalu. Menurut Ali, fraksinya belum dapat menyerahkan nama anggotanya lantaran Jokowi belum mengumumkan susunan kabinet menterinya. Ia meminta agar DPR menunda sejenak sampai Jokowi mengumumkan kabinetnya kepada publik.

Anggota dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menambahkan sejatinya rapat paripurna membahas hal yang sudah matang. Dengan kata lain, kata Hendrawan, pembahasan yang diboyong dalam rapat paripurna sudah selesai dibahas di tingkatan rapat Bamus atau rapat pengganti Bamus.

Lantaran masih terjadi perdebatan, ia meminta agar rapat paripurna memberikan waktu bagi fraksi lainnya untuk ditempatkan dalam alat kelengkapan dewan. Menurutnya, menempatkan anggota fraksi sesuai dengan kompetensinya tidaklah semudah membalikan telapak tangan. “Kita prinsipnya, the right man on the right place,” ujar mantan anggota Komisi VI DPR periode 2009-2014.

Berbeda, anggota Fraksi Demokrat Mulyadi mengatakan dinamika alat kelengkapan tidak dimasukan dalam isu pemilihan pimpinan alat kelengkapan. Menurutnya, pengisian anggota fraksi dalam alat kelengkapan tanpa menghambat pemilihan pimpinan alat kelengkapan.

Ia berpandangan, semestinya DPR lebih depat membentuk alat kelengkapan dengan diisi oleh anggota dewan. “Presiden sudah menyampaikan agar bekerja, bekerja dan bekerja, sementara DPR belum menyiapkan alat kelengkapan. Bagi yang belum siap (memberikan nama anggota fraksi, red) silakan menyusul (memberikan nama angota fraksi, red),” ujarnya.

Anggota Fraksi PAN Teguh Juarno menambahkan, anggota dewan semestinya menghormati mekanisme dalam Tatib DPR. Menurutnya, jumlah kementerian yang akan disusun oleh Presiden Joko Widodo tak jauh berbeda jumlahnya dengan kabinet era mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Lagipula, DPR telah menetapkan 11 komisi, sama halnya dengan periode lalu. “Kita dengar kementerian tidak ada perubahan dan komisi sudah kita tetapkan. Untuk sementara fraksi yang sudah menyerahkan nama untuk mengisi alat kelengkapan kita kukuhkan saja. Sedangkan fraksi yang belum kita kasih waktu,” katanya.

Wakil Ketua DPR lainnya, Fahri Hamzah, menengahi perdebatan tersebut. Menurutnya dalam sistem presidensial lembaga legislatif bersifat independen. Dengan kata lain DPR tidak tergantung dengan lembaga eksekutif. Makanya pembentukan dan pengisian alat kelengkapan tak perlu menunggu eksekutif.

“Oleh karena itu kita perlu membentuk alat kelengkapan. Menunda pembentukan alat kelengkapan, negara akan timpang. Berapapun fraksi yang memberikan nama harus kita tetapkan, ini prosedur. Begitu banyak orang menunggu kerja kita,” pungkas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Tags:

Berita Terkait