Terbitkan Regulasi Baru, Pemerintah Sesuaikan Aturan Pajak Penghasilan
Terbaru

Terbitkan Regulasi Baru, Pemerintah Sesuaikan Aturan Pajak Penghasilan

PP ini mencabut PP 18 Tahun 2009, Pasal 2A PP 94 Tahun 2010 s.t.d.d. PP 9 Tahun 2021, PP 23 Tahun 2018, Pasal 10 PP 29 Tahun 2020, dan PP 30 Tahun 2020. Namun, setelah PP ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan UU PPh masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PP ini.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Ketentuan ini berlaku sejak tahun pajak 2022. Namun, kewajiban pemotongan PPh atas natura dan/atau kenikmatan oleh pemberi kerja mulai berlaku untuk penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2023.

Natura dan/atau kenikmatan yang diterima pada tahun pajak 2022 dan belum dilakukan pemotongan PPh, maka PPh atas penghasilan tersebut wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2022 oleh penerimanya.

Kemudian, ada juga penyesuaian pengaturan terkait PPh final atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu sampai dengan Rp4,8 miliar yang sebelumnya diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 (PP-23/2018). Pada subjek pajaknya, selain orang pribadi, juga termasuk Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)/Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma).

Wajib Pajak orang pribadi dengan peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak tidak dikenai PPh final 0,5%. Walaupun dengan adanya PP ini, jangka waktu tertentu pengenaan PPh final tetap meneruskan jangka waktu berdasarkan PP-23/2018 atau tidak diulang dari awal.

“Selain itu, ada juga dua bab yang mengatur ketentuan pajak internasional, yaitu Bab VII tentang Instrumen Pencegahan Penghindaran Pajak dan Bab VIII tentang Penerapan Perjanjian Internasional di Bidang Perpajakan,” lanjutnya.

Instrumen pencegahan penghindaran pajak menggunakan instrumen pencegahan yang spesifik untuk skema penghindaran pajak tertentu serta penerapan prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya, berupa: (a) Pembatasan Biaya Pinjaman, (b) Pengaturan Controlled Foreign Company, (c) Pencegahan dan penanganan sengketa transfer pricing, (d) Penanganan skema Special Purpose Company, (e) Penanganan hybrid mismatch arrangement. Jika instrumen pencegahan spesifik tidak dapat digunakan Dirjen Pajak dapat menerapkan prinsip substance over form.

Sementara itu, perjanjian internasional di bidang perpajakan dilakukan dalam rangka, penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, pencegahan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba, pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan pajak, dan kerja sama perpajakan lainnya.

“PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, 20 Desember 2022. PP ini mencabut PP 18 Tahun 2009, Pasal 2A PP 94 Tahun 2010 s.t.d.d. PP 9 Tahun 2021, PP 23 Tahun 2018, Pasal 10 PP 29 Tahun 2020, dan PP 30 Tahun 2020. Namun, setelah PP ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan UU PPh masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PP ini,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait