Terbukti Monopoli, KPPU Hukum PT Forisa Nusa Persada
Berita

Terbukti Monopoli, KPPU Hukum PT Forisa Nusa Persada

Forisa dihukum denda sebesar Rp11,476 miliar.

FNH
Bacaan 2 Menit
Majelis KPPU yang menangani kasus pop ice. Foto: FNH
Majelis KPPU yang menangani kasus pop ice. Foto: FNH
Merek minuman serbuk olahan milik PT Forisa Nusa Persada (FNP), Pop Ice, menjadi salah satu minuman populer di kalangan remaja dan anak-anak. Diluncurkan pada tahun 2002, Pop Ice memberikan sensasi baru bagi masyarakat Indonesia. Cara mengolah minuman serbuk dengan rasa susu ditambah perisa buah-buahan lalu diblender, membuat produknya beda dibandingkan minuman lain yang diseduh.

Namun siapa sangka, di balik ketenaran brand minuman ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya sesuatu yang tidak beres. Penyebabnya bukan kartel. KPPU justru mencium adanya monopoli. Tanpa banyak diketahui, KPPU sudah menangani kasus ini. Rabu (30/8) kemarin, KPPU sudah membacakan putusan.

KPPU memutuskan FNP terbukti melanggar Pasal 19 huruf a dan b dan Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Atas kesalahan itu, FNP diganjar membayar denda sebesar Rp11.467.500.000 rupiah.

“Menyatakan bahwa terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf a dan b dan Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” kata Ketua Majelis M. Nawir Messi saat membacakan petikan putusan.

Pasal  19 huruf a dan b UU Antimonopoli menegaskan pelaku  usaha  dilarang  melakukan  satu  atau  beberapa  kegiatan,  baik  sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli  dan  atau  persaingan  usaha  tidak  sehat  berupa: a. menolak  dan  atau  menghalangi  pelaku  usaha  tertentu  untuk  melakukan kegiatan  usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau b. menghalangi  konsumen atau pelanggan  pelaku  usaha  pesaingnya untuk tidak  melakukan  hubungan  usaha  dengan  pelaku  usaha  pesaingnya  itu.

Selanjutnya, Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c menegaskan pelaku  usaha  dilarang  menggunakan  posisi  dominan  baik  secara  langsung maupun  tidak  langsung  untuk: a. menetapkan  syarat-syarat  perdagangan  dengan  tujuan  untuk  mencegah dan  atau  menghalangi  konsumen  memperoleh  barang  dan  atau  jasa  yang bersaing,  baik  dari  segi  harga  maupun  kualitas;  atau c. menghambat  pelaku  usaha  lain  yang  berpotensi  menjadi  pesaing  untukmemasuki  pasar  bersangkutan.

Dugaan tersebut terbukti berdasarkan fakta di persidangan yang sudah digelar sejak Februari tahun 2016. Menurut Messi, FNP membuat sebuah program bertemakan Pop Ice The Real Ice Blender sejak November 2014 Juli 2015 lalu. Program tersebut merupakan strategi FNP untuk memasarkan produknya.

Tetapi dalam pelaksanaannya, FNP memberikan insentif kepada distributor dan pedagang eceran, dan kios minuman berupa satu box Pop Ice untuk bulan pertama, dua buah kaos Pop Ice untuk bulan kedua, dan satu unit Blender untuk bulan ketiga. Insentif diberikan dengan memenuhi persyaratan FNP, yakni tidak menjual dan tidak memajang (display) produk lain selain Pop Ice. Bahkan untuk kios minuman, FNP melakukan pergantian terhadap satu renceng merek minuman lain dengan dua renceng Pop Ice.

Program tersebut dinilai Majelis Komisi menghambat produk pesaing yang serupa yakni Milkjuss milik PT Kurnia Alam Segar (KAS) dan S’café milik PT Karniel Pacific Indonesia (KPI). Program tersebut juga menghalangi akses pesaing untuk memasarkan produknya. Apalagi, FNP memiliki posisi dominan dalam persaingan minuman sachet olahan berbentuk serbuk yang mengandung susu dan berperisa buah, yakni sebesar 90,09 persen-94,30 persen.

Selain menghukum untuk membayar denda, KPPU juga meminta FNP untuk menghentikan program tersebut.

Menanggapi putusan tersebut, perwakilan FNP yang hadir di persidangan, Sukiman, enggan berkomentar. Ia berdalih masih harus membicarakan terlebih dahulu isi putusan. “Masih dipikirkan. Tadi kan sudah diberi kesempatan kami (FNP) untuk memikirkan putusan,” kata Sukiman.

Investigator KPPU Helmy Nurjamil mengapresiasi putusan majelis. Menurutnya putusan terhadap FNP sudah sesuai dengan harapan. “Sudah sesuai, tapi kalau soal denda itu sepenuhnya pertimbangan majelis,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait