Terorisme: Standar Hukum Internasional
Kolom

Terorisme: Standar Hukum Internasional

Tulisan ini akan mendeskripsikan dan menganalisis kerangka hukum internasional yang berkaitan dengan masalah 'terorisme'. Ada tiga tujuan dari artikel ini. Pertama, untuk memberikan gambaran tentang prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh komunitas internasional dalam hubungan antarnegara dan norma-norma yang berlaku sebagai pedoman bagi institusi negara dalam melakukan tindakan yang berkaitan dengan pencegahan dan penganggulangan 'terorisme'.

Bacaan 2 Menit

Merujuk pada kerangka hukum di atas, sebenarnya dapat ditentukan penilaian terhadap materi Perpu No. 1/2002 Anti Terorisme. Tidaklah ada keberatan untuk melawan kejahatan atau mencegah terjadinya kezaliman-kezaliman yang merugikan masyarakat domestik dan komunitas internasional. Namun demikian, perlulah dipertimbangkan dan dijalankan aturan main yang dapat menjaga keseimbangan sosial politik yang berkesinambungan.

Dalam konteks Indonesia, aturan main ini bisa saja dibuat dengan prasyarat untuk memperkuat konsolidasi demokrasi dan membangun sistem negara yang demokratis, bukan malah memperlemah. Dengan demikian, jika malah memperlemah, jawabannya: tidak diperlukan membuat aturan yang dibuat-buat. Bisa saja Indonesia mengadopsi aturan-aturan internasional yang sudah ada. Misalnya, meratifikasi terlebih dulu dua kovenan induk dan selanjutnya meratifikasi konvensi-konvensi yang berkaitan dengan persoalan terorisme.

Melindungi hak warga negara

Dalam soal terorisme, merujuk pada norma internasional, patut dicatat negara juga mempunyai wajib melindungi hak-hak warga negaranya yang oleh otoritas negara lain dituduh sebagai pelaku kejahatan.

Di sisi lain, satu negara diwajibakan memberikan informasi sesegera mungkin tanpa penundaan-penundaan kepada suatu otoritas di negara lain yang dianggap dapat melindungi hak-hak asasi 'si tersangka'. Kewajiban ini juga termasuk memberikan peluang 'si tersangka' untuk dikunjungi oleh pejabat atau perwakilan negara yang dianggap mempunya otoritas dalam hal perlindungan hak-hak 'si tersangka'.

Lebih dari itu, dalam banyak perjanjian internasional atau konvensi dimuat konsideran piagam PBB. Sebagai catatan, Indonesia sebagai anggota PBB tunduk pada pasal 55--yang intinya melekatkan diri pada kesadaran untuk menciptakan kondisi keadilan dan perdamain global--negara-negara anggota PBB diwajibkan untuk mempromosikan tiga kondisi utama

Pertama, adanya standar hidup yang tinggi, tersedianya lapangan pekerjaan dan terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial warga negara dan pembangunan. Kedua, terlibat dalam merumuskan dan mengimplementasikan solusi-solusi internasional untuk menjawab problem-problem ekonomi, sosial, kesehatan dan pendidikan warga negara. Ketiga, penghormatan universal dan pemenuhan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar tanpa diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.

Dengan demikian, di satu sisi negara wajib melakukan upaya efektif dalam menjawab problem terorisme dengan melakukan kerjasama internasional. Di sisi lain, negara dituntut juga melakukan kewajiban-kewajibannya untuk memfasilitasi terciptanya kondisi di mana rakyat menikmati keadilan, kemakmuran, dan keamanan kolektif.

 

A. Patra M. Zen, SH., LL.M adalah Kepala Divisi Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Dewan Pengurus Yayasan LBH Indonesia

Tags: